Ini Senjata Baru Perang Dagang Donald Trump, Asia Siap Kena Malapetaka

3 months ago 34

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan "senjata baru" untuk melancarkan perang dagangnya. Meski baru resmi dilantik 20 Januari nanti, ia menegaskan akan membuat lembaga baru bernama "External Revenue Service (ERS/Layanan Pendapatan Eksternal)" untuk mengumpulkan "tarif, bea, dan semua pendapatan dari sumber-sumber asing".

"Sudah terlalu lama, kita mengandalkan pemungutan pajak atas 'Orang-orang Hebat' kita menggunakan' Internal Revenue Service (IRS/Layanan Pendapatan Internal)," tulis Trump dalam sebuah unggahan Truth Social, dikutip dari CNBC International, Kamis (16/1/2025).

"Melalui perjanjian perdagangan yang lemah dan menyedihkan, ekonomi Amerika telah memberikan pertumbuhan dan kemakmuran bagi Dunia, sambil memungut pajak dari diri kita sendiri," tambahnya.

"Sudah saatnya hal itu berubah. Hari ini saya mengumumkan bahwa saya akan membuat 'LAYANAN PENDAPATAN EKSTERNAL' untuk mengumpulkan Tarif, Bea, dan semua pendapatan yang berasal dari sumber-sumber asing," tegasnya.

"Kami akan mulai menagih mereka yang menghasilkan uang dari kami dengan Perdagangan, dan mereka akan mulai membayar, AKHIRNYA, bagian yang adil."

Sayangnya tak ada detil konsep yang ia berikan. Termasuk siapa yang memimpin, berapa tarif yang akan diberlakukan.

Namun CNN International pekan lalu melaporkan bahwa Trump sedang mempertimbangkan untuk mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional guna membuka jalan baginya untuk menerapkan tarif yang ingin dikenakannya. Ia mengatakan akan menaikkan tarif impor dari China sebesar 10%, dan mengenakan biaya sebesar 25% pada produk dari Kanada dan Meksiko.

"Malapetaka"

Sebelumnya sejumlah pengamat menilai masa jabatan Trump yang kedua bisa menyebabkan malapetaka. Terutama bagi negara di mana AS memiliki defisit neraca perdagangan, termasuk ke negara Asia selain China, karena peningkatan yang terjadi di masa Presiden Joe Biden.

"Dengan Trump dan beberapa calon (menteri) yang ditunjuk berfokus pada pengurangan defisit bilateral, ada risiko bahwa- dengan cara yang agak 'menghancurkan'- defisit bilateral yang meningkat pada akhirnya dapat memicu tarif AS pada ekonomi Asia lainnya," kata kepala ekonom Asia-Pasifik Goldman, Andrew Tilton, merujuk negara selain China, dikutip dari CNBC International.

"Korea (Korsel), Taiwan, dan terutama Vietnam telah mengalami keuntungan perdagangan yang besar dibandingkan AS," kata Tilton menegaskan kedua negara memiliki posisi teratas dalam rantai pasokan semikonduktor.

Tetangga RI Vietnam pun demikian. Di mana negeri itu telah diuntungkan dari pengalihan pabrik dari China, demi menghindari tarif di masa kepemimpinan pertama Trump di 2018.

Pada tahun 2023, surplus perdagangan Korsel dengan AS dilaporkan mencapai rekor US$44,4 miliar, surplus terbesar dengan negara mana pun, dengan ekspor mobil mencapai hampir 30% dari semua pengiriman ke AS. Ekspor Taiwan ke AS pada kuartal pertama (Q1) tahun 2024 mencapai rekor tertinggi sebesar $24,6 miliar, meningkat 57,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dengan pertumbuhan ekspor terbesar berasal dari teknologi informasi dan produk audiovisual.

Di sisi lain surplus perdagangan Vietnam dengan AS terlihat antara Januari dan September. Bahkan angkanya mencapai US$90 miliar.

"India dan Jepang juga mengalami surplus perdagangan dengan AS, dengan surplus Jepang tetap relatif stabil dan surplus India meningkat secara moderat dalam beberapa tahun terakhir," kata Goldman Sach.

"Tarif yang diusulkan Trump kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian yang lebih besar pada ekonomi yang lebih terbuka di kawasan tersebut, dengan Taiwan lebih rentan terhadap ancaman tersebut daripada Korea atau Singapura," tulis ekonom bank yang dipimpin oleh Brian Tan.

"Kami melihat Thailand dan Malaysia di tengah, dengan Thailand diperkirakan akan mengalami pukulan yang sedikit lebih besar," tambah catatan tersebut.

Secara rinci, data AS menunjukkan bahwa defisit perdagangan AS dengan China menyempit menjadi US$279,11 miliar pada tahun 2023, dari $346,83 miliar pada tahun 2016. Meskipun perdagangan AS dengan China menyusut setelah penerapan tarif pada pemerintahan Trump yang pertama, volume perdagangan disalurkan ke negara-negara ketiga seperti Vietnam, Meksiko, Taiwan, termasuk Indonesia.

Dampak ke RI

Mengutip Al-Jazeera Desember lalu, Oxford Economics, sebuah firma konsultan, memperkirakan bahwa Asia non-China akan mengalami penurunan ekspor dan impor masing-masing sebesar 8% dan 3% berdasarkan versi paling konservatif dari rencana Trump.

Analis di London School of Economics and Political Science telah memperkirakan bahwa tarif Trump akan menyebabkan penurunan PDB China sebesar 0,68%, di mana ini juga akan berimbas ke kerugian PDB masing-masing sebesar 0,03% dan 0,06% untuk India dan Indonesia.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Aksi Balas Dendam China ke AS Mulai Nyata, Ini Buktinya!

Next Article Dunia Makin Kacau, China Respons Perang Dagang Jilid II Trump

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|