Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan bos manufaktur barang elektronik menekankan pentingnya pertimbangan teknis (pertek) untuk mengendalikan impor masuk di pasar domestik. Jika tidak ada pertek untuk industri manufaktur maka produk impor bisa semakin membanjiri pasar RI.
"Kami ini produsen, tidak ada masalah dengan adanya penerapan pertek. Karena selama ini yang dikenakan pertek itu kan untuk impor barang jadi, bukan untuk pertek bahan baku," kata Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta Kamis (17/4/2025).
Dengan adanya Permendag 8/2024 yang menghilangkan pertek, Gabel menilai itu artinya tidak mendukung keberlangsungan industri dalam negeri, bahkan bisa mematikan daya saing.
"Jadi, sebaiknya dikembalikan lagi kepada aturan ke Permendag 68/2020 dan Permendag 36/2023, yang terbukti dapat menarik investasi masuk ke Indonesia," ujar Daniel.
Daniel mengemukakan, saat Permendag 68/2020 diberlakukan untuk komoditas alas kaki, sepeda, dan AC, Peraturan yang memberlakukan pertek ini efektif pada Agustus tahun 2020, pada saat itu utilisasi naik 50 persen hanya dalam kurun waktu empat bulan. Namun, setelah itu ada relaksasi peraturan ini, akhirnya utilisasi jadi menurun. Karenanya pemerintah dapat segera merevisi Permendag 8/2024 dengan mempertimbangkan pertek.
"Kalau menyusunnya saja hanya satu minggu, masa untuk merevisinya saja butuh waktu berbulan bulan. Ini yang kami lihat, pemerintah mau serius atau tidak dalam melindungi industri dalam negeri," kata Daniel.
Indonesia harus menjadi basis produksi atau tuan rumah di negerinya sendiri, karena didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah dan banyaknya tenaga kerja yang berusia produktif. "Oleh karenanya, aktivitas industri menjadi sangat penting, karena menyerap tenaga kerja yang begitu banyak," tegasnya.
Demi melindungi dan mengamankan pasar dalam negeri, pemerintah harus benar-benar serius untuk menekan banjir impor produk jadi. Salah satu caranya adalah kontrol border di pelabuhan, bukan saat di post border.
"Selain itu, pemberlakuan pelabuhan tertentu bagi impor produk jadi atau entry point. Ini juga diberlakukan oleh negara-negara lain seperti India dan Thailand," ujarnya.
Selain pertek, kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga bisa menjadi NTM bagi Indonesia sehingga seharusnya diperluas, bukan untuk dilonggarkan. Sebab, dengan adanya wacana pelonggaran TKDN, sudah ada sinyal para investor di Indonesia sudah mulai ancang-ancang untuk pindah atau kabur ke negara lain.
"Indikasi itu memang sudah ada. Beberapa perusahaan siap tutup assembly-nya. Maka itu, pemerintah perlu menyadari bahwa pertek dan TKDN itu ibarat dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan. Apabila (pertek dan TKDN) ini dapat dikelola dengan baik, akan menjadi kekuatan kita untuk membuat industri kita tumbuh serta mandiri dan berdaya saing," sebutnya.
(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: TKDN Direvisi- Kuota Impor Dihapus, Industri Nasional Terancam?
Next Article Video:Jika Apple Tak Penuhi TKDN, Jangan Harap Iphone 16 Bisa Masuk RI