Kata Survei, Begini Rakyat Menilai Setahun Prabowo-Gibran

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah sigi alias survei terkait setahun berjalannya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mulai bermunculan. Survei-survei itu memberikan gambaran umum soal kepuasan dan kritik atas jalannya pemerintahan belakangan.

Survei Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menunjukkan bahwa masyarakat menilai janji reformasi sektor keamanan pada pemerintahan Prabowo–Gibran belum berjalan. Dalam survei publik, Polri hanya mendapat nilai 2 dari 10 dan TNI 3 dari 10, menandakan turunnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

“Polri dan TNI masih bekerja dengan logika represi, bukan hukum. Dalam peristiwa demonstrasi Agustus–September 2025, merujuk data YLBHI terdapat 960 orang termasuk 265 anak ditetapkan tersangka, banyak yang ditangkap tanpa bukti, disiksa, dan dibungkam lewat stigma ‘anarko’ dan ‘makar’. Polri kehilangan legitimasi moral di mata publik,” ujar peneliti CELIOS Muhammad Saleh dalam keterangan, Ahad (19/10/2025).

CELIOS menyoroti 75 persen publik menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk. Sebanyak 43 persen menilai pemberantasan korupsi tidak efektif karena aparat kehilangan independensi. Saleh menilai lemahnya supremasi hukum menjadi cermin arah pemerintahan yang lebih mengedepankan pendekatan keamanan ketimbang keadilan. 

Ia juga menyoroti revisi UU TNI yang membuka jalan bagi keterlibatan militer di ranah sipil dan ekonomi dari proyek pangan hingga proyek strategis nasional.

“Survei CELIOS menunjukkan Polri hanya mendapat nilai 2 dan TNI 3 dari 10, dengan 75 persen publik menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk, dan 43 persen menilai pemberantasan korupsi tidak efektif. Data ini menunjukkan supremasi hukum belum menjadi prioritas dalam satu tahun pertama pemerintahan,” lanjutnya.

CELIOS menegaskan publik menilai aparat kehilangan kepercayaan karena praktik kekerasan dan intervensi dalam urusan sipil. Penegakan hukum yang tumpul memperlemah legitimasi negara di mata masyarakat.

Peneliti CELIOS, Galau D Muhammad juga mengatakan persoalan paling mendesak masih berkutat pada penciptaan lapangan kerja dan pengendalian harga kebutuhan pokok. “Hasil survei menunjukkan persoalan yang paling mendesak bagi publik masih berkutat pada isu ekonomi dasar seperti penciptaan lapangan kerja (23,5 persen) dan pengendalian harga kebutuhan pokok (22,4 persen). Temuan ini menandakan bahwa kebijakan pemerintah belum mampu menjawab akar ketimpangan yang semakin melebar,” ujar Galau.

CELIOS mencatat akses terhadap pekerjaan layak, stabilitas harga, dan perlindungan sosial masih timpang. Kegagalan memperbaiki fondasi ekonomi rakyat disebut memperlebar kesenjangan sosial dan melemahkan kepercayaan publik terhadap arah kebijakan nasional.

Guna menghadapi gelombang PHK pemerintah melakukan peningkatan padat karya dari berbagai proyek yang ada di Indonesia.

Survei juga menemukan bantuan sosial dan stimulus ekonomi dinilai tidak cukup menolong kebutuhan harian masyarakat. Publik menilai pemerintah perlu menyesuaikan program perlindungan sosial agar lebih efektif dan merata.

Galau menegaskan pemerintah harus memperbaiki efektivitas program perlindungan sosial, menyederhanakan pungutan dan pajak, serta menghentikan program yang tidak mampu memberi dampak nyata bagi masyarakat. Langkah ini diyakini dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan publik.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|