Kerukunan Bangsa Dimulai dari Literasi Qurani dan Pendidikan Karakter

3 hours ago 1
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq berbicara dalam Seminar “Syiar Quran dan Hadis dalam Merawat Kerukunan dan Melestarikan Lingkungan”, yang di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (16/10/2025). Foto : dok

Kampus—Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq menegaskan bahwa literasi Qurani dan pendidikan karakter menjadi fondasi penting dalam menjaga kerukunan bangsa di tengah tantangan era digital dan disrupsi nilai. Ia mengajak seluruh elemen umat Islam untuk menghidupkan kembali semangat belajar dari Al-Qur’an dan Hadis agar tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan makna spiritualnya.

Pesan itu disampaikan Wamen Fajar saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar “Syiar Quran dan Hadis dalam Merawat Kerukunan dan Melestarikan Lingkungan”, yang merupakan rangkaian kegiatan Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Nasional ke-XXVIII di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (16/10/2025).

Dalam paparannya, Wamen Fajar menyampaikan apresiasi atas sinergi berbagai pihak yang menjadikan STQH bukan sekadar ajang perlombaan membaca dan menghafal Al-Qur’an, tetapi juga ruang perenungan dan pembelajaran bersama untuk membumikan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis dalam kehidupan berbangsa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Banyak di antara kita yang sejatinya telah lama menjadi penggerak syiar Al-Qur’an di tengah masyarakat. STQH adalah momentum kebersamaan untuk menghidupkan literasi keislaman yang mencerdaskan dan memperkuat karakter bangsa,” ujar Wamen Fajar yang sempat nyantri di Pondok Pesantren Darussalam Ciamis.

Lebih lanjut, Wamen Fajar menekankan bahwa Al-Qur’an dan Hadis adalah sumber moral dan spiritual yang menuntun manusia menuju kebijaksanaan (rusydan). Dalam kesempatan tersebut ia mengingatkan dengan merujuk pada makna agama yang tidak hanya berisi perintah dan larangan, tetapi juga petunjuk (irsyadat) yang mendorong manusia untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

Irsyadat itu hakikatnya adalah proses belajar. Seperti Nabi Musa yang diperintahkan Allah untuk berguru kepada Nabi Khidir, kita pun dituntut untuk terus belajar. Inilah makna pendidikan yang sejati,” ungkapnya.

Menurut Wamen Fajar, agama diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Karena itu, pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai Qurani yang kontekstual, tanpa kehilangan ruh dan kedalaman spiritualnya.

Sebagai Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar menekankan bahwa pendidikan nasional harus menumbuhkan karakter beriman, berilmu, dan berakhlak mulia, sejalan dengan arah kebijakan Mendikdasmen Abdul Mu’ti dan mandat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

“Pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, tapi pembentukan kepribadian. Itulah proses tarbiyah, proses menumbuhkan manusia yang utuh, beradab, dan peduli terhadap lingkungan serta sesama,” jelasnya.

Di sisi lain, Ia juga menyoroti pentingnya menjembatani nilai-nilai keislaman dengan tantangan era digital dan kecerdasan buatan (AI).

“Anak-anak kita sekarang belajar Al-Qur’an melalui YouTube, mencari tafsir lewat media sosial, dan bahkan menggunakan AI untuk memahami ayat. Semua ini positif, asalkan didampingi dengan nilai-nilai moral dan bimbingan guru serta orang tua,” tegasnya.

Menurutnya, literasi Qurani di ruang digital harus dikembangkan agar pesan-pesan Illahi tidak sekadar menjadi tontonan, tetapi menjadi tuntunan dalam perilaku dan kebijakan.

“Yang usang bukanlah Al-Qur’an, tapi cara pandang kita terhadapnya, Al-Qur’an akan selalu relevan asalkan kita mau terus belajar dan memaknainya dengan akal dan hati yang terbuka,” tegasnya.

Dalam konteks sosial dan ekologi, Wamen Fajar menegaskan bahwa kerukunan antarumat dan kepedulian terhadap lingkungan adalah manifestasi nyata dari keimanan yang hidup.

“Islam adalah agama yang pro-kehidupan. Apa yang kita ambil dari bumi, harus kita kembalikan kepada bumi. Kalau menebang satu pohon, maka tanamlah seribu pohon. Itulah makna menjadi khalifah di muka bumi,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta.

Wamen Fajar juga menegaskan bahwa kerukunan antarumat beragama merupakan syarat mutlak bagi kemajuan pembangunan bangsa.

“Kerukunan bukan sekadar slogan, tapi jalan panjang menuju peradaban. Mari kita rawat negeri ini sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” tegasnya.

Sebagai penutup, Wamen Fajar mengingatkan pentingnya peran Indonesia sebagai bangsa berpenduduk Muslim terbesar di dunia dalam mendorong perdamaian global.

“Kita bersyukur, Bapak Presiden Prabowo Subianto yang hari ini beliau berulang tahun ke 74, termasuk salah satu pemimpin dunia yang mendukung perdamaian di Gaza. Sikap ini sejalan dengan nilai Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Mari kita doakan Bapak Presiden Prabowo selalu diberi kesehatan dan kemudahan dalam mengemban amanah besar ini dah terus berkontribusi untuk perdamaian,” tutup Wamen Fajar diiringi tepuk tangan para peserta yang hadir.

Kegiatan seminar ini diikuti lebih dari 500 kafilah STQH dari seluruh Indonesia, para Kepala Kantor Kementerian Agama se-Sulawesi Tenggara, para Ketua MUI, pimpinan ormas keagamaan, serta dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara.(*)

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|