'Kiamat' Makin Dekat, Tandanya Jelas di China, Turki dan Singapura

3 months ago 32

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Kiamat' iklim yang menghantui dunia makin mengkhawatirkan. Hasil survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang dirilis pada Rabu menyebut cuaca ekstrem menjadi salah satu risiko global teratas untuk tahun mendatang.

Survei WEF menyebut peristiwa cuaca ekstrem, yang meliputi gelombang panas, tornado, dan banjir, menonjol di antara risiko jangka pendek dan jangka panjang. Krisis iklim membuat cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan lebih intens.

"Meningkatnya ketegangan geopolitik, retaknya kepercayaan global, dan krisis iklim membebani sistem global seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Mirek Dušek, direktur pelaksana WEF, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip CNBC International, Kamis (16/1/2025).

"Di dunia yang ditandai oleh kesenjangan yang semakin dalam dan risiko yang berjenjang, para pemimpin global punya pilihan: untuk mendorong kolaborasi dan ketahanan, atau menghadapi ketidakstabilan yang semakin parah. Taruhannya tidak pernah setinggi ini," tambah Dušek.

Survei tersebut mempertimbangkan risiko dalam jangka pendek hingga 2025, jangka pendek hingga menengah hingga 2027, dan jangka panjang hingga 2035. Lebih dari 900 pakar risiko global, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri disurvei pada September dan Oktober tahun lalu untuk menginformasikan laporan tersebut.

Cuaca Ekstrem di China, Turki dan Singapura

Kasus cuaca ekstrem telah terjadi di beberapa negara. Di antaranya China, Turki, dan Singapura. 

Di China, suhu permukaan rata-rata perairan pesisir negara tersebut telah mencapai rekor tertinggi. Hal ini terlihat dari data laporan tentang perubahan suhu laut global terbaru oleh Pusat Prakiraan Lingkungan Laut Nasional negara tersebut.

Menurut data yang dirilis oleh pusat tersebut pada 10 Januari 2025, suhu permukaan laut rata-rata di perairan pesisir China mencapai 21,5 derajat Celcius pada tahun 2024, menandai peningkatan untuk tahun kedua berturut-turut. Angka tersebut 0,15 derajat Celcius lebih tinggi dari tahun 2023 dan 1,16 derajat Celcius di atas rata-rata tahunan.

Secara khusus, suhu permukaan laut di atas rata-rata sebesar 1,51 derajat Celcius di Laut Bohai dan Laut Kuning utara, 1,47 derajat Celcius di Laut Kuning selatan, 1,04 derajat Celcius di Laut China Timur, dan 0,88 derajat Celcius di Laut China Selatan.

Sementara Turki mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2024. Badan cuaca negara tersebut pada Senin mengatakan ini terjadi akibat gelombang suhu ekstrem berlipat ganda di seluruh dunia karena perubahan iklim.

"Pada tahun 2024, suhu rata-rata di Turki adalah 15,6 derajat Celsius, yang 1,7 derajat Celsius lebih tinggi dari rata-rata antara tahun 1991-2020," kata badan cuaca Turki dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP pada Rabu.

"2024 adalah tahun terpanas dalam 53 tahun terakhir," tambahnya, mengacu pada tahun ketika Turki mulai mencatat rekor, setelah sebelumnya puncaknya dipecahkan tahun 2010 dengan 15,5 derajat Celcius.

Di Turki, suhu rata-rata lebih tinggi dari biasanya terjadi sejak 2007. Tahun lalu, curah hujan 6,3% lebih rendah dari biasanya, dengan kurangnya hujan paling terasa di sepanjang pantai Aegea yang dilanda kekeringan di barat, di mana curah hujan 22,4% lebih rendah.

Dalam beberapa tahun terakhir, kekeringan yang dikombinasikan dengan eksploitasi air tanah yang berlebihan telah mempercepat pembentukan lubang kawah besar, salah satunya di Konya. Wilayah itu sendiri merupakan provinsi pertanian besar di bagian tengah yang merupakan lumbung pangan Turki.

Tahun lalu juga merupakan tahun terhangat yang pernah dialami Singapura. Menurut data Badan Meteorologi Singapura pada Jumat, suhu hangatnya setara dengan tahun 2019 dan 2016.

Menurut laporan "Iklim Singapura 2024: Tahun dalam Angka dari Badan Meteorologi", semua bulan pada 2024 mencatat suhu yang sama dengan atau di atas rata-rata jangka panjangnya masing-masing. Peristiwa El Nino 2023/2024 berkontribusi terhadap suhu yang lebih hangat di Singapura pada tahun 2024, serta curah hujan di awal tahun.

April adalah bulan terhangat tahun lalu dan juga April terhangat yang pernah tercatat. Suhu minimum harian rata-rata April 2024 sebesar 26,7 derajat Celsius juga menyamai suhu minimum harian rata-rata tertinggi pada bulan April tahun 2016.

"Suhu rata-rata bulan tersebut sebesar 29,4 derajat Celsius, 1,2 derajat Celsius di atas rata-rata jangka panjang dan setara dengan tahun 2016 sebagai April terhangat yang pernah tercatat," kata laporan tersebut, seperti dikutip CNA.

Sementara Juli adalah bulan terhangat kedua pada tahun 2024. Suhu rata-ratanya sebesar 29,3 derajat Celsius, 1,1 derajat Celsius di atas suhu rata-rata jangka panjang untuk bulan tersebut dan melampaui suhu Juli terhangat sebelumnya yang tercatat pada tahun 2015 sebesar 0,2 derajat Celsius.

Suhu minimum harian rata-rata bulan tersebut sebesar 27,1 derajat Celsius juga memecahkan rekor Juli sebelumnya sebesar 26,9 derajat Celsius yang ditetapkan pada tahun 2019, menurut Met Service.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tragedi 'Neraka Kecil' di Gemerlapnya Kota Selebritas

Next Article 'Neraka Bocor' di Bumi Kian Nyata, PBB Beri Peringatan Merah!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|