Jakarta, CNN Indonesia --
Larangan karyawisata atau study tour oleh pemerintah daerah belakangan ini menuai sorotan dari publik. Di Jakarta dan Jawa Barat, Gubernur Pramono Anung dan Gubernur Dedi Mulyadi kompak melarang study tour bagi sekolah-sekolah SMA/SMK.
Pramono mengimbau sekolah tidak study tour ke luar Jakarta. Ia memiliki keinginan agar para siswa bisa lebih mencintai Jakarta. Menurut dia, banyak hal yang bisa dilakukan para siswa di dalam kota, di antaranya dengan menanam mangrove.
"Jakarta tentunya punya kebijakan tersendiri, saya akan lebih menggalakkan agar anak didik Jakarta itu lebih mencintai Jakarta. Karena di Jakarta itu banyak banget yang bisa dilihat. Termasuk saya akan mendorong mereka untuk menanam mangrove," kata Pramono di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (3/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemprov Jabar malah melarang sama sekali study tour bagi siswa. Pemerintah Provinsi Jabar telah Surat Edaran Penjabat Gubernur Jabar Nomor 64 Tahun 2024 tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan.
Dedi Mulyadi bahkan telah mencopot seorang kepala sekolah di SMK Depok karena melanggar aturan terkait pelaksanaan karyawisata usai dilantik sebagai gubernur beberapa waktu lalu.
Dedi pun menugaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman untuk mendalami pelanggaran terkait pelaksanaan karyawisata yang dilakukan atau diizinkan pihak sekolah.
Belakangan, Dedi menjernihkan bahwa study tour yang dilarang Pemprov Jabar adalah yang memberatkan keuangan orang tua siswa.
Study tour yang digelar sekolah belakangan ini memang kerap menuai polemik. Salah satunya karena banyak bus yang mengangkut siswa mengalami kecelakaan.
Dalam catatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sedikitnya ada 13 kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata pada 2018 hingga Mei 2024. Dari kecelakaan tersebut, faktor penyebab kecelakaan didominasi sistem rem (46 persen), diikuti aspek manusia (38 persen) dan lingkungan (15 persen).
Kesempatan siswa dapat pengalaman selain sekolah
Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan menilai semestinya study tour tidak dibatasi atau dilarang sama sekali oleh pemerintah.
Ia mengatakan konsep study tour berbeda dengan wisata. Study tour, lanjutnya, memiliki penekanan para peserta didik melakukan pembelajaran di luar sekolah. Baginya, pembelajaran di luar sekolah penting untuk menggali pengalaman dan pengetahuan para siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu.
"Ya apakah mau jauh dekat itu soal objek ya, bukan soal studi tur, studi tur itu sendiri sebenarnya itu kan yang penting, yang perlu bagi anak untuk belajar bukan hanya di kelas tapi di luar kelas," kata Cecep.
Cecep bersepakat jika study tour semestinya diatur, bukan langsung dilarang oleh pemerintah.
Ia menjelaskan ada tiga jenis pengaturan yang bisa dilakukan jika ingin melakukan study tour. Pertama, pengaturan terkait lokasi yang harus berhubungan dengan mata pelajaran tertentu.
"Jauh-dekat itu tergantung pada kebutuhan studinya apa. Jadi diatur jarak study tour itu diaturnya untuk kepentingan apa," kata dia.
Kedua, pengaturan soal pembiayaan jangan sampai memberatkan peserta didik. Ia mengatakan jika ada kendala pembiayaan, sudah semestinya pemerintah hingga peran swasta membantu untuk meringankan pembiayaan.
Kemudian pengaturan ketiga yakni pihak sekolah harus cermat dalam memilih travel sebagai moda transportasi. Ia mengatakan banyak kecelakaan yang menimpa bus yang mengangkut rombongan study tour lantaran transportasi yang tak layak.
Baginya, sudah semestinya pemerintah turun tangan untuk mengawasi moda transportasi bus sehingga layak digunakan.
"Misalnya ada kecelakaan-kecelakaan kan semestinya bukan dilarang, tetapi tadi ya, travelnya harus terstandar. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan terhadap travel-travel itu," kata Cecep.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang menyebut para kepala daerah, terkhusus gubernur memiliki diskresi untuk melarang study tour untuk keselamatan.
"Mereka [gubernur] punya diskresi melarang karena sistem manajemen keselamatan belum menjamin [peserta] study tour itu bakal selamat," kata Deddy kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/3).
Dedy menyoroti persoalan study tour terjadi dari sisi hulu dan hilir. Persoalan sisi hulu, para pihak sekolah sebagai pihak penyewa pasti menginginkan transportasi dengan harga yang murah. Imbasnya, bus-bus yang dipilih pun banyak tak sesuai dengan syarat prosedur keselamatan.
Sementara persoalan di sisi hilir, lanjutnya, masih banyak masalah mengenai kelaikan bus sebagai transportasi yang banyak digandrungi peserta study tour. Masalah semisal bus yang tak rutin mengikuti uji KIR, legalitas perusahaan bus tak jelas hingga kelayakan kendaraan.
"Jadi bukan salah di hilirnya saja. Suka memilih bus yang murah akibatnya disiapkan lah bus-bus bodong/butut dengan body baru yang ditawarkan karena ada yang mau sewa," kata Deddy.
Di sisi lain Deddy menilai sekolah bisa memiliki akses melihat atau mengamati transportasi seperti bus yang akan disewa untuk study tour. Ia mengatakan Kementerian Perhubungan memiliki Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda atau SPIONAM yang bisa dimanfaatkan pihak sekolah untuk melihat kelaikan bus sebelum disewa.
SPIONAM merupakan layanan Kementerian Perhubungan untuk memberikan kemudahan operator dalam mengajukan perizinan di bidang angkutan dan multimoda.
"Di sana bisa mengecek apakah sudah uji KIR. Surat perizinan PT dan PO-nya sudah terdaftar apa belum. Kalau belum terdaftar di sana itu kendaraan bodong," kata dia.
Deddy merinci kendaraan bus resmi yang sudah terdaftar di SPIONAM sekitar 16 ribuan. Lalu bus yang sudah terdaftar dalam uji KIR ada 10 ribu. Sehingga masih ada 6 ribuan bus yang belum melakukan uji kelayakan.
Baginya, kurangnya edukasi dan sosialisasi mengenai kelayakan bus-bus ini harus menjadi perhatian serius oleh pihak penyewa sebelum melakukan study tour.
"Ini harus diperhatikan, sehingga sekolah tahu kendaraan yang disewa layak jalan atau tidak sebelum disewa," kata dia.
(tsa/rzr)