Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten produsen baja nasional PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) mengaku siap menghadapi tantangan global, terutama dalam hal gejolak akibat perang Tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Direktur Utama KRAS yang juga menjadi Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mengatakan bahwa KRAS sudah terbiasa menghadapi tekanan tersebut selama belasan tahun karena ekosistemnya cukup kuat.
Dia juga mengatakan bahwa KRAS telah melewati masa krisis ekonomi sejak berdiri 1970.
"Terkait dampak tersebut, sebenarnya ini sudah kita lalui sekian belas tahun lalu karena ekosistem baja nasional kita supply chain-nya itu dari hulu ke hilir, dan sudah lama kita terikat dengan aggreement-aggreement multilateral dan bilateral," kata Akbar dalam diskusi acara Halal Bihalal dan Media Gathering KRAS, Jumat (11/4/2025).
Akbar menambahkan bahwa porsi kontribusi ekspor baja Indonesia ke AS dalam produk domestik bruto (PDB) yang terbilang sedikit juga menjadi alasan bahwa kebijakan Tarif Trump tidak akan terlalu mempengaruhi KRAS.
"Jangan melihat terlalu jauh kebijakan Trump ini akan meluluhlantakan industri baja nasional, apalagi kontribusi ekspor ke PDB total AS kan tidak lebih daripada 18%. Sisanya masih worldwide," tambah Akbar.
Di lain sisi, pihaknya juga tak khawatir soal fluktuasi rupiah terhadap dolar AS yang baru-baru ini terjadi, di mana dolar AS makin dekati level Rp 17.000/US$.
"Kami sudah terlatih dengan kebijakan-kebijakan terkait fluktuasi dolar yang kemarin sebelumnya Rp 10-12 ribu terus naik Rp 16 ribu 17 ribu, itu sudah biasa bagi pelaku industri baja menghadapinnya, tinggal bagaimana industri memitigasinya," ujar Akbar.
Akbar berharap bahwa industri dapat memanfaatkan potensi ekspor ke negara lain dan jangan terpaku ke AS saja.
"Kita terlalu manja bahwa dengan iming-iming Tarif AS tinggi akhirnya hanya US yang kita mau ekspor, tapi kami tidak, kami sudah ke negara lain seperti Afrika, India, dan Pakistan kita pernah ekspor sudah semuanya," ungkap Akbar.
Pihaknya juga akan melakukan berbagai lini inovasi dan juga efisiensi jika ada kegiatan yang tidak terlalu penting serta membuka partnership dengan negara lain agar produktivitas tetap berlanjut.
"Memang ini uncertainty global kan, prinsip saya kita mari fokus yang depan mata, tantangan bagaimana melakukan efisiensi yang masif efisiensi di semua lini, inovasi terus supaya produktivitasnya tinggi, lalu lebih terbuka mindset-nya untuk melakukan partnership dengan mitra lokal maupun overseas," pungkas Akbar.
(chd/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Saham AS Anjlok Usai Trump Umumkan Kebijakan Tarif
Next Article Pemegang Kripto Pesta Pora! Bitcoin Cetak Rekor Baru, Tembus Rp 1,26 M