Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah saat ini gencar menggenjot pemanfaatan tebu, jagung, singkong, dan sorgum untuk pembuatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam menekan volume impor BBM.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu membeberkan bahwa salah satu daerah yang memiliki potensi untuk menjadi lokasi pembangunan pabrik bioetanol adalah Lampung. Pasalnya, wilayah ini memiliki ketahanan terhadap suplai tebu, singkong, jagung, hingga sorgum.
"Kemarin kita undang itu adalah Gubernur Lampung dengan Kementerian Koperasi, kenapa? karena provinsi Lampung salah satu provinsi yang kita lihat, punya ketahanan terhadap suplai tebu, singkong, jagung, sorgum," kata Todotua usai acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Menurut dia, salah satu pihak yang tertarik membangun pabrik bioetanol di Indonesia adalah Toyota. Ketertarikan Toyota dalam membangun pabrik etanol menyusul dengan kebutuhan perusahaan untuk memastikan ketersediaan bahan baku atau feedstock bioetanol.
Selain itu, hal tersebut juga sejalan dengan langkah perusahaan yang sudah lebih dulu menggunakan hidrogen dan bioetanol dalam dunia otomotif. Bahkan beberapa produk Toyota sudah mampu beroperasi menggunakan etanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin sebanyak 100% (E10).
"Bahkan produk Toyota itu sebenarnya sudah ada yang mampu sampai kalau saya gak salah mereka 100% pakai E100, 100% pakai etanol," katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan terkait dengan mandatori E10, pemerintah saat ini masih menghitung waktu yang paling tepat untuk penerapannya. Mengingat, pabrik etanol harus dibangun di dalam negeri terlebih dahulu.
Menurut dia, saat ini pemerintah masih melakukan kajian untuk menentukan waktu penerapan kebijakan mandatori tersebut, apakah akan dimulai pada 2027, 2028 atau di tahun lainnya.
Namun, ia memperkirakan berdasarkan rancangan yang sedang disusun, program itu kemungkinan besar sudah dapat berjalan paling lambat pada tahun 2027. "Tetapi menurut saya yang kita lagi desain kelihatannya paling lama 2027 ini sudah bisa jalan," kata Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan E10 merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menekan impor bensin yang saat ini masih sangat tinggi.
(ven)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masuk Puncak Giling Tebu, Pemerintah Siapkan Rp1,5 T Beli Gula Petani


















































