REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Penulis Prancis Eliot Brache dalam laporan panjang yang diterbitkan oleh surat kabar Prancis Le Monde menyoroti pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat/RSF di El Fasher dan Darfur dan membahas upaya mereka yang gigih untuk menyembunyikan bukti seligus kegagalan komunitas internasional dalam menghentikan pertempuran dan melindungi warga sipil.
Penulis tersebut mengatakan, lebih dari sepekan setelah serangan terakhir RSF terhadap kota tersebut—yang mengakibatkan ribuan warga sipil tewas— kesaksian demi kesaksian terus bermunculan tentang apa yang terjadi, seiring dengan pelarian warga sipil dan kedatangan mereka di daerah-daerah yang aman.
Penulis menyebutkan bahwa surat kabar Le Monde mengumpulkan banyak kesaksian audio, video, dan tertulis yang disampaikan oleh sumber-sumber independen dari kota "Tawila", termasuk kesaksian Mariam (nama samaran), seorang penduduk El Fasher yang mengungsi ke kota Tawila yang terletak sekitar 50 kilometer di sebelah barat El Fasher.
Jalan-jalan dipenuhi mayat
Mariam mengatakan kepada surat kabar tersebut, "Jalan-jalan dipenuhi mayat, mereka membunuh anak-anak, perempuan, dan laki-laki. Beberapa dari mereka terlindas di bawah kendaraan, pemandangan yang mengerikan. Mereka juga menculik anak-anak kecil, termasuk anak perempuan, dan sampai sekarang kami tidak tahu di mana mereka, kami tidak menemukan mereka, bahkan mayat mereka pun tidak."
Penulis menunjukkan bahwa Mariam dan keluarganya dihentikan di pos pemeriksaan milik RSF di mana mereka digeledah, dirampas harta benda mereka, diinterogasi, dan dipukuli. Mariam yang berusia 28 tahun melanjutkan, "Mereka mengambil semua yang kami miliki, bahkan pakaian kami."
Dilansir Aljazeera, Senin (10/11/2025), penulis menjelaskan, setelah sembilan hari berjalan melintasi gurun dan menempuh jalan yang sulit untuk menghindari penghalang, sambil menggendong anak-anaknya yang kelelahan, Mariam mengatakan dia akhirnya tiba di kota Tawila di kaki Gunung Marra, yang dikuasai oleh kelompok bersenjata yang secara resmi tetap netral dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari dua setengah tahun.
Menurut para dokter di sana, para penyintas tiba dalam kondisi yang mengenaskan, dan sebagian besar anak-anak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi akut. "Kami sangat sedih," kata Mariam prihatin.
"Kami sekarang berada di tempat yang aman, tetapi hati kami tidak tenang. Kami tidak dapat menemukan pasangan kami, dan kami tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal."
Perdagangan tawanan
Saksi mata di lokasi menegaskan bahwa setiap kali ada rombongan baru yang tiba, puluhan wanita berdesak-desakan mendekati mereka dengan harapan dapat melihat wajah ayah, saudara laki-laki, atau anak laki-laki mereka di antara mereka yang baru tiba.

2 hours ago
2















































