Jakarta, CNBC Indonesia — Komisi III DPR tiba-tiba membahas kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan cuci uang di PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII). Hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tersebut Benny Wullur sebagai kuasa hukum dari almarhum Kent Lisandi.
Benny menceritakan kasus itu bermula saat kliennya, Kent diajak untuk membantu Rohmat Setiawan dalam bisnis pengadaan HP. Dia diminta untuk mentransfer dana talangan senilai Rp 30 miliar.
"Klien kami tadinya ragu, tapi kemudian dibujuk oleh Aris Setyawan (kepala cabang Maybank Cilegon saat itu)," kata Benny kepada Komisi III DPR.
Akhirnya Kent mengirim uang Rp 30 miliar tersebut pada 11 November 2025 dengan tiga ketentuan, yaitu surat pernyataan bank dana hanya bisa dicairkan oleh Kent, cek Rp 30 miliar dari Rohmat yang jatuh tempo 25 November 2025, dan akta pengakuan utang serta surat kuasa khusus di hadapan notaris.
"Dan Maybank juga memberikan linknya untuk Kent Lisandi ini bisa ngecek bahwa uangnya masih ada atau nggak," jelas Benny.
Pada 25 November 2024, Benny menjelaskan bahwa Kent tidak dapat mencairkan cek Rp 30 miliar tersebut. Atas dasar hal ini, Kent menyurati Maybank untuk meminta uang ditahan .
"Dan memang dicek di hp, dilihat uang masih utuh," katanya.
Akan tetapi kemudian pada 10 Desember uang Rp 30 miliar raib. Maybank beralasan uang itu masuk dalam perjanjian kredit yang kemudian diketahui dibuat tanpa sepengetahuan Kent.
Menurut Benny pengalihan uang Rp 30 miliar menjadi jaminan perjanjian kredit back-to-back dibuat tanpa sepengetahuan Kent. Pun penerima kredit ternyata istri Rohmat yang berstatus ibu rumah tangga.
Benny pun mempertanyakan proses pencairan kredit. Seharusnya sebelum mendapatkan kredit, bank melakukan penilaian terhadap calon debitur.
"Dalam persidangan, dia (istri rohmat) di persidangan awalnya bilang tidak pernah tanda tangan perjanjian kredit. Kemudian dia ralat, katanya tidak tahu kalau yang dia tanda tangan itu perjanjian kredit," jelas Benny.
Saat ini kasus tersebut telah masuk ke meja hijau. Akan tetapi hanya menyeret Aris dan Rohmat sebagai tersangka.
Menurut Benny kasus ini diduga melibatkan Maybank sebagai perusahaan. "Dugaan penipuan dan penggelapan dan cuci uang yang diduga dilakukan Rohmat, Aris, dan kawan-kawan, termasuk Maybank pun diduga melakukan hal itu," katanya.
Adapun Benny juga telah mengirimkan surat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait permasalahan ini. "Kami minta OJK memeriksa 5C (prinsip know your customer) Maybank. Kalau itu dilanggar, itu merugikan masyarakat," tegas Benny.
CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi Maybank Indonesia untuk memberikan komentar mengenai kasus dugaan penggelapan uang Rp 30 miliar. Akan tetapi hingga berita ini diturunkan, Maybank belum memberikan jawaban.
Komisi III DPR pun meminta Kapolres Jakarta Pusat untuk mengusut tuntas dugaan pemalsuan keterangan yang dilakukan oleh Rohmat Setiawan berdasarkan laporan kehilangan Nomor: LP/C/453/XI/2024/SPKT/Polres Metropolitan Jakarta Pusat/Polda Metro Jaya.
Selain itu Komisi III DPR juga meminta Kapolres Jakarta Pusat untuk segera menindaklanjuti SPDP Nomor SPDP/489/XIII/RES 1.9/2024/Restro Jakpus tanggal 13 Desember 2024 sesuai peraturan perundang-undangan.
Komisi III DPR RI juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh BWS Lawfirm atas dugaan kejahatan korporasi dan dugaan pelanggaran prinsip kehati-hatian perbankan yang dilakukan oleh Maybank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos LPS Ungkap Ada 2 Bank Ikut Pilot Project IT BPR