Jakarta, CNBC Indonesia - Per 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) alias coretax administration system (CTAS). Coretax system ini adalah bagian dari transformasi pelayanan kepada wajib pajak akan bergeser dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi.
Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menjelaskan, coretax system merupakan bagian dari reform administrasi perpajakan yang saat ini perkembangannya masih terus berjalan.
Reformasi perpajakan sendiri, kata Iwan, sudah dilakukan otoritas sejak 1983, di mulai untuk mengubah paradigma petugas pajak.
"Merubah paradigma yang bahwa tadinya petugas pajak itu official, berubah paradigmanya menjadi pelayanan," jelas Iwan kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (20/1/2025).
Reformasi kemudian berlanjut pada 1998, di mana ada modernisasi administrasi perpajakan. Saat itu pemeriksaan jenis pajak terpisah-pisah, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh (Pajak Penghasilan), dan lain sebagainya.
"Sehingga dulu banyak ada pemeriksa PBB, pemeriksa PPH, dan sebagainya... Sehingga kemudian semua jenis pajak tersebut dilebur, sehingga terdapat penambahan remunerasi DJP," ujar Iwan.
Setelah reformasi pertama dan kedua selesai, kini DJP tidak lagi melakukan pemeriksaan berkali-kali kepada wajib pajak. Kemudian dibangun lah Coretax System sebagai reformasi lanjutan, untuk menjawab perkembangan zaman saat ini.
"Yang melatarbelakangi PSIAP itu adalah tidak lain adalah disruptif teknologi, perubahan bisnis di masyarakat, ada fintech (financial technology) disitu, teknologi semakin berkembang," kata Iwan lagi.
Melihat perubahan zaman yang semakin berkembang, DJP menyadari institusinya tidak bisa jalan di tempat. Ketika semuanya serba digital, administrasi perpajakan pun juga harus naik kelas kepada digitalisasi.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, coretax adalah pembaruan sistem teknologi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP.
Pembaruan sistem administrasi perpajakan itu juga akan meliputi organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, dan teknologi informasi dan basis data.
Tujuannya dibangun coretax system ini, seperti disebut di dalam Perpres 40/2018 adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien.
Selain itu tujuan lainnya dibangun coretax system adalah membangun sinergi yang optimal antar lembaga, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan meningkatkan penerimaan negara.
Dengan coretax system ini, kata Iwan, tidak akan ada perekaman administrasi pajak secara manual atau diperiksa oleh manusia. "Jadi bagaimana sedikit mungkin intervensi dari manusia di dalam proses data input, datanya digital," tegasnya.
Andil Bank Dunia
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan perihal awal mula lahirnya Coretax.
Berdasarkan cerita Luhut, Coretax hadir dipicu oleh momen briefing Indonesia dengan World Bank atau Bank Dunia pada masa lalu. Pada kala itu, Bank Dunia mengkritisi cara Indonesia menghimpun penerimaan pajak. Menurut Bank Dunia, pengumpulan pajak di Indonesia kurang baik, dan lembaga ini menyamakan Indonesia dengan Nigeria.
"World Bank itu mengkritik kita bahwa kita salah satu negara yang meng-collect pajaknya tidak baik, kita disamakan dengan Nigeria," kata Luhut dalam Konferensi Pers DEN di Gedung BPPT, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (10/1/2025).
Saat itu, Bank Dunia mengungkapkan jika Indonesia bisa melakukan optimalisasi di sistem perpajakan, maka langkah ini bisa berkontribusi hingga 6,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 1.500 triliun.
"Kalau kita bisa lakukan apa program ini, itu kita bisa dapat 6,4% dari GDP (PDB) atau setara kira-kira Rp 1.500 triliun," ujarnya.
Sayangnya, implementasi Coretax masih menemukan banyak kendala teknis, salah satunya pembuatan faktur. Alhasil, DJP menerapkan masa transisi implementasi Coretax. Selama masa transisi, kesalahan pembuatan faktur akibat kendala teknis tidak dibebani denda.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: DJP Kementerian Keuangan Beri Update Pelaksanaan Coretax
Next Article Mau Jajal Simulator Sistem Canggih Pajak 'Coretax', Ini Caranya!