Parlemen Kawal Ketat Kebijakan BI, Demi Dukung Target Prabowo Ini

2 months ago 28

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI bakal terus mendorong Bank Indonesia (BI) untuk mengeluarkan kebijakan moneter yang sesuai dengan kebijakan fiskal pemerintah, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bisa sampai 8%, sesuai target Presiden Prabowo Subianto.

"Kita juga harus bisa memastikan bahwa Indonesia tidak stagnan di pertumbuhan 5%. Kalau kemudian Pak Prabowo mempunyai target 8%, selama ini yang kita gunakan instruen apa sih untuk pertumbuhan? Fiskal policy," kata Wakil Ketua DPR Mukhamad Misbakhun dalam Program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Selasa (21/1/2024).

"Kita perlu mengkonsolidasikan yang namanya monetary policy harus disatukan, harus dikonsolidasikan, daya dukung monetary policy di dalam pertumbuhan ini harus lebih diperkuat," tegasnya.

Dorongan ini akan terus dilakukan Komisi XI DPR lantaran ruang fiskal pemerintah terbatas untuk mendorong pertumbuhan, seperti melalui belanja negara. Selain karena kebijakan pengumpulan penerimaan negara yang bermasalah, tercermin dari tax ratio yang stagnan di level 10%, beban utang pemerintah juga terus bertambah.

"Dulu Pak Harto menghadapi situasi yang sama. Bedanya kalau sekarang kita menggunakan istilah APBN defisit, kalau dulu APBN berimbang," ujar Misbakhun.

Untuk menyatukan arah kebijakan moneter dan fiskal dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Misbakhun mengatakan, Komisi XI memiliki kemampuan untuk mengembalikan peran BI sebagaimana masa sebelum era reformasi, yaitu tidak hanya menjaga stabilitas harga seperti kurs dan inflasi, melainkan juga mendorong pertumbuhan ekonomi hingga penciptaan lapangan kerja.

"Nah, di Undang-Undang P2SK, pengembangan dan penguatan sektor keuangan itu, kita berikan peran baru kepada Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia, tentang pertumbuhan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Apakah ini cukup? Harapan kita cukup. Untuk situasi saat ini. Yaitu bisa memberikan insentif likuiditas makroprudensial," kata Misbakhun.

Dorongan terhadap BI untuk berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi menurut Misbakhun saat ini cukup melalui kebijakan likuiditas makroprudensial, yang telah lama digelontorkan BI. Namun, kebijakan itu ia katakan harus semakin terarah ke depannya untuk mendorong program prioritas Presiden Prabowo, melalui pemberian kecukupan likuditas pembiayaan di sektor perbankan.

"Ketika ada sektor-sektor prioritas dalam pembangunan yang diprogramkan oleh Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia, sektor pangan misalnya, yaitu pembukaan lahan baru, food estate, kemudian sektor perumahan, sektor hilirisasi, ini benar-benar bisa terjaga likuiditasnya itu di dunia usaha," ucap Misbakhun.

Ia memperkirakan, dengan fokus kebijakan moneter tersebut, maka pertumbuhan ekonomi mendapat dorongan sekitar 2%-3%. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi 8% katanya bisa tercapai saat terkonsolidasikannya kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal yang telah membantu pertumbuhan ekonomi selama ini di kisaran 5%.

"Makanya apa? Konsolidasi fiskal dan monoter ini bisa seiring dan sejalan, yang melakukannya itu siapa yang bisa? Komisi 11. Yentunya yang membuat program adalah pemerintah, ada Menteri Perancanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, dan Menteri Keuangan," tutur Misbakhun.

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) memberikan kejutan pada awal 2025 dengan menurunkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,75% saat kurs rupiah tengah bergerak di kisaran atas Rp 16.300/US$.

Kebijakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 14-15 Januari 2025 ini sangat mengejutkan pelaku pasar karena konsensus yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 15 institusi menunjukkan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6% untuk bulan ini.

Berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesian, keputusan BI itu mengindikasikan bahwa BI tidak lagi hanya fokus menstabilkan nilai tukar rupiah, melainkan turut menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Tercermin dari perbedaan kalimat yang ditonjolkan dalam siaran pers hasil RDG BI pada Desember 2024 dan Januari 2025.

Dalam saran pers pada Desember 2024, BI mempertahankan suku bunganya di level 6% dengan alasan untuk menjaga nilai tukar rupiah. "Kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah," dikutip dari Siaran Pers BI.

Sementara itu, dalam siaran pers hasil RDG Januari 2025, tertulis "Kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan nasional".

Hal menarik lainnya yaitu munculnya kata-kata Asta Cita dalam Siaran Pers bulan ini sebanyak dua kali. Pertama, bunyinya ialah: "Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program-program dalam Asta Cita".

Kalimat kedua, berbunyi: "Bank Indonesia mendukung penuh implementasi program-program Pemerintah dalam Asta Cita, termasuk untuk ketahanan pangan, pembiayaan ekonomi, serta akselerasi ekonomi dan keuangan digital."


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Survei BI: Keyakinan Konsumen 'Cerah' di Desember 2024

Next Article The Fed & BI Diramal Tak Bakal Agresif Turunkan Suku Bunga

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|