Pemerintah Mau Pangkas Produksi Nikel, Pengusaha Teriak Bilang Gini

14 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) buka suara terkait rencana pemerintah untuk memangkas produksi bijih nikel pada 2025.

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey menilai akan ada efek domino jika kebijakan pemangkasan tersebut benar-benar dilakukan pemerintah.

Menurutnya, ini akan menimbulkan gangguan dan kekhawatiran di kalangan investor dan perusahaan. Pasalnya, pemerintah sudah menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan untuk periode 2024-2026.

"Contoh tadi saya bilang, perusahaan (nikel) sudah dapat (izin RKAB) 10 juta (ton per tahun). Berarti kan kita sudah melakukan persiapan, baik dari feasibility tadi sudah ada, kemudian laporan eksplorasi sudah ada, laporan keuangan sudah ada, kita sudah merencanakan anggaran baik alat, baik produksi, baik manpower, untuk kapasitas RKAB yang sudah disetujui," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (21/1/2025).

"Jadi (perusahaan nikel) sudah dapat RKAB-nya untuk 2025, misalnya 10 juta ton. Kan tidak mungkin ditarik kembali kan? Kan sudah disetujui, ini bisa jadi chaos gitu kan," ujarnya.

Kedua, bila produksi dipangkas, tapi di sisi lain ada kenaikan biaya, seperti adanya mandatori pencampuran biodiesel 40% (B40), tanpa subsidi, sehingga akan menambah biaya pengadaan bahan bakar.

"Penggunaan bahan bakar B40. Berarti sudah naik lagi ya. Berarti setelah kita hitung, cost produksi kita itu ada kenaikan. Peningkatannya itu hampir 30%," ucapnya.

"Saya makin rugi. Mendingan saya freeze sementara. Kalau saya freeze, berarti kan kembali penerimaan negara, dapat dari mana," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen) Kementerian ESDM Tri Winarno menegaskan, Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan, khususnya nikel, periode 2024-2026 akan dilakukan evaluasi terhadap semua aspeknya.

Hal itu dilakukan, supaya produksi nikel tidak dilakukan secara 'jor-joran'. Makanya, pemerintah merasa perlu untuk melakukan kontrol atas produksi tersebut.

"Kemungkinan bisa dipotong kalau memang ada yang tidak komitmen dengan jaminan reklamasi pasca tambang, kecelakaan tambang tinggi dan lain sebagainya. Intinya kita akan lakukan evaluasi lah," ungkap Tri Winarno kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (13/1/2025).

Tri Winarno mencatat, tahun 2024 lalu produksi bijih nikel mencapai sekitar 215 juta ton per tahun. Realisasi produksi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2023.

"Tahun 2025 bisa jadi kita turunkan. Ini untuk mineral dan batu bara, karena harga turun terus, kita eksportir terbesar di dunia, coba kita evaluasi," ungkap Tri.

Melansir Trading Economics, harga nikel per Selasa (21/01/2025) tercatat sebesar US$ 16.095 per ton. Harga ini terpantau meningkat 1,07% dibandingkan pekan lalu dan naik 4,85% dibandingkan bulan lalu.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Mandatori B40 Era Prabowo Dimulai, Hemat Devisa Rp147 Triliun

Next Article Bangga! Lewat Nikel, RI Bakal Punya Peran Strategis 5 Tahun ke Depan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|