Pendidikan Jadi Penopang Ekonomi, Jogja Harus Tetap Inklusif

2 hours ago 1

Pendidikan Jadi Penopang Ekonomi, Jogja Harus Tetap Inklusif Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) DIY, Fathul Wahid. - Ist

JOGJA - Kota Jogja menegaskan diri sebagai kawasan pendidikan yang inklusif sekaligus penopang utama ekonomi daerah. Pemkot Jogja berkomitmen memastikan semua lapisan masyarakat, termasuk warga miskin dan difabel, bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak tanpa terkecuali.

Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo, mengatakan prinsip inklusivitas menjadi dasar kebijakan pendidikan di wilayahnya. Menurutnya, pendidikan tidak boleh menjadi beban, melainkan jalan bagi seluruh warga untuk maju bersama.

Ia menyebut, Pemkot telah menjamin akses gratis bagi siswa dari keluarga tidak mampu hingga difabel, baik di sekolah negeri maupun swasta. “Itu bentuk menciptakan inklusivitas biar no one left behind, artinya tidak ada orang yang merasa berat mengikuti pendidikan,” ujar Hasto, Selasa (23/9).

Keberpihakan ini tidak hanya berlaku di jenjang dasar dan menengah, tetapi juga terus diperluas ke ranah pendidikan tinggi. Ia menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari strategi menjaga Jogja agar tetap dikenal sebagai kota pendidikan sekaligus kota inklusif.

Menurutnya, jika akses pendidikan terbuka untuk semua kalangan, maka peran pendidikan sebagai penggerak utama ekonomi daerah akan semakin kuat.

Dalam peringatan Hari Jadi Kota Jogja, Pemkot juga mendorong keterlibatan siswa dalam kegiatan kreatif yang berorientasi pada penguatan karakter. Tahun ini, perayaan tidak diwujudkan dalam bentuk karnaval yang gemerlap, melainkan dengan lomba melukis mural bermotif batik di tembok-tembok kota yang sebelumnya kumuh.

Hasto menjelaskan, inisiatif ini diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian anak muda terhadap lingkungan sekaligus melestarikan budaya lokal. “Anak sekolah itu melukis, tapi melukisnya mural dengan motif batik. Jadi dinding-dinding yang tadinya kotor, penuh coretan, kita sulap jadi indah. Anak-anak SMP dan SMA ikut berpartisipasi, dan hasilnya bisa dinikmati bersama. Setelah hari jadi lewat, wajah kota jadi lebih cantik,” katanya.

Lebih jauh, Pemkot Jogja menyiapkan program khusus untuk memperkuat akses pendidikan tinggi. Mulai 2026, pemerintah akan menyalurkan beasiswa bagi warga miskin yang ingin melanjutkan kuliah, termasuk di perguruan tinggi swasta (PTS). “One Village One City University akan jadi wadah kolaborasi antara PTS dan pemerintah kota untuk mendampingi kampung atau kelurahan tertentu,” kata Hasto. Program ini diharapkan dapat membuka kesempatan bagi warga setempat agar tidak tertinggal dalam arus perkembangan pendidikan.

Memperluas Beasiswa

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) DIY, Fathul Wahid, menyambut baik perhatian Pemkot terhadap dunia pendidikan. Menurutnya, Jogja memiliki keunggulan budaya yang ramah, yang menjadi daya tarik mahasiswa dari berbagai daerah bahkan mancanegara. “Budaya Jogja yang ramah juga turut mewarnai karakter alumni perguruan tinggi, yang berasal dari semua pojok Indonesia dan bahkan manca negara,” katanya.

Fathul menegaskan keberadaan mahasiswa pendatang telah berperan penting bagi ekonomi lokal. Sekitar 70% mahasiswa PTS di DIY merupakan pendatang, yang mendorong tumbuhnya usaha kuliner, transportasi, gaya hidup, hingga akomodasi.

Meski begitu, ia mengingatkan agar warga asli Jogja tidak hanya menjadi penonton. Pemerintah perlu memperluas program beasiswa agar putra daerah bisa tetap mengenyam pendidikan tinggi.

Di sisi lain, PTS di Jogja masih menghadapi tantangan besar. Selain daya beli masyarakat yang menurun dan biaya operasional yang meningkat, jumlah mahasiswa juga tergerus akibat semakin banyaknya perguruan tinggi di daerah lain. “Penurunan cacah mahasiswa di banyak PTS di DIY merupakan salah satu dampaknya yang paling terasa, karena menyangkut keberlanjutan,” kata Fathul. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|