Pengusaha Truk Teriak Dilarang Lewat Jalur Pantura, Ingatkan Petaka

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) melayangkan surat protes imbas pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih (truk tronton) melewati jalan nasional Pemalang-Batang. Larangan melintas di jalan yang merupakan bagian jalur Pantura (Pantai Utara Jawa) ini berlaku efektif mulai 1 Mei 2025.

Kebijakan pelarangan itu ditetapkan dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 dan Surat Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pekalongan Nomor 500.11.1/0745 tentang Sosialisasi Truk Lebih Dari 3 Sumbu. Aptrindo meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan itu.

Aptrindo menyampaikan keberatan secara resmi karena aturan itu dinilai berdampak signifikan terhadap iklim dunia usaha angkutan barang, kegiatan logistik, dan perekonomian secara umum.

Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan dalam surat tersebut membeberkan sederet dasar hukum yang jadi alasan keberatan pengusaha atas pelarangan itu. Yakni, Undang-Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No 38/2004 tentang Jalan, UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU No 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Asas Perlindungan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM).

"Maka segala kebijakan pemerintah harus mendukung iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha termasuk di sektor logistik," katanya, dikutip Selasa (27/5/2025).

"Maka pelarangan akses penuh selama 24 jam kepada kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih tanpa pengaturan secara khusus dan terbuka pada jalan nasional Pemalang-Batang merupakan bentuk pembatasan akses yang melanggar hak publik," tambahnya.

Dia mengatakan, pelarangan penggunaan jalan nasional seharusnya berdasarkan pada regulasi yang memiliki kekuatan dan dasar hukum yang jelas. Menurutnya, surat rekomendasi Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub hanya bersifat administratif, bukan produk hukum mengikat dan hanya bersifat anjuran teknis.

"Bukan karena adanya tekanan oleh pihak-pihak tertentu dengan alasan melindungi keselamatan masyarakat umum tetapi mengabaikan dampak ekonomi dan sosial, serta mengabaikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)," ujarnya.

Kata dia, pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih melalui jalan nasional Pemalang-Batang selama 24 jam tidak tepat. Sangat berdampak langsung terhadap pelaku usaha logistik angkutan barang dan masyarakat umum.

Di antaranya, papar Gemilang, peningkatan biaya logistik dan beban usaha, menimbulkan dampak sosial ekonomi masyarakat, terutama pelaku kegiatan ekonomi lokal, UMKM, SPBU, warung makan, dan bengkel di sepanjang jalur nasional Pemalang-Batang.

"Selama ini mereka menggantungkan hidup dari arus kendaraan logistik. Ancaman dampak sosial berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan munculnya pengangguran baru. Ini menjadi masalah baru yang berpotensi menimbulkan kerawanan gangguan keamanan masyarakat," katanya.

Belum lagi, lanjut Gemilang, pelarangan itu tidak memiliki Analisis Dampak Lalu Lintas.

"Kebijakan ini bersifat diskriminatif, tidak adil, dan merusak rasa persatuan. Pengecualian kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih yang bertanda
nomor kendaraan bermotor kode G diperbolehkan mengakses jalan nasional Pemalang-Batang tanpa syarat dan ketentuan tertentu," tukasnya.

"Ini sangat menyakiti pemilik kendaraan angkutan barang lain di luar kode G. Padahal merasa memenuhi kewajiban membayar pajak yang sama kepada negara. Jika hal ini dibiarkan maka akan berpotensi menimbulkan konflik yang merusak rasa persatuan dan kesatuan anak bangsa," ujar Gemilang.

Pelarangan itu, imbuh dia, juga akan jadi preseden buruk tata kelola pemerintahan yang melebihi kewenangan daerah. Karena kebijakan serupa akan diikuti oleh pemerintah daerah lain.

"Penggunaan jalan bebas hambatan (jalan tol) sebagai solusi pengalihan arus lalu lintas akibat penerapan kebijakan pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih melewati jalan nasional Pemalang-Batang, akan menciptakan potensi masalah baru. Yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan tol," ucapnya.

Masalah lain, sebutnya, muncul ketika pengemudi kelelahan karena jalur yang lebih panjang tidak diiringi dengan ketersediaan lokasi istirahat (rest area) yang layak dan aman bagi pengemudi kendaraan angkutan barang. Kondisi ini dikhawatirkan memicu peningkatan terjadinya kecelakaan di jalan tol akan meningkat.

"Hal ini tentunya kontraproduktif. Dengan kata lain menyelesaikan masalah dengan menciptakan masalah baru," cetusnya.

Karena itu, Aptrindo meminta 3 hal kepada pemerintah, yaitu:

1. Meminta Bapak Menteri Perhubungan Republik Indonesia Cq. Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk segera mencabut Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 tertanggal 19 Maret 2025 tentang Rekomendasi Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Jalan di Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang 

2. Meninjau ulang pelarangan secara komprehensif berdasarkan prinsip proporsionalitas dan keadilan, termasuk melakukan kajian Analisis Dampak Lalu Lintas dan Analisis Dampak Ekonomi agar tidak merugikan pelaku usaha logistik dan masyarakat sekitar

3. Melakukan dialog terbuka dengan pelaku usaha logistik dan masyarakat sekitar untuk mencari solusi terbaik dan berkeadilan.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Mobil Tabrak Pawai Suporter Liverpool, Beberapa Orang Terluka

Next Article Supir Truk Tabrak Kerumunan dan Tembaki Polisi, 10 Orang Tewas!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|