Perdagangan Karbon Khusus Industri Bakal Diwajibkan untuk 4 Sektor Ini

1 month ago 26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal mengatur perdagangan karbon khusus untuk sektor industri. Di tahap awal, kebijakan ini wajib atau bersifat mandatory untuk diikuti oleh 4 sektor industri yakni semen, pupuk, baja dan kertas.

Daftar ini nantinya akan diperluas hingga ke 5 sektor lain termasuk otomotif.

Alasan pemilihan empat industri yang wajib mengikuti kebijakan pembatasan adalah karena emisinya paling besar dan sulit untuk diturunkan. Hal ini berdasarkan hitung-hitungan yang sudah dilakukan Kemenperin.

"Empat subsektor itu istilahnya hard to abate. Hard to abate itu yang paling susah diturunin emisinya, karena emisinya juga mereka paling besar, dan konsumsi energinya paling besar juga. Dan ini ada hitung-hitungannya, bukan asal tembak ya," kata Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha

Pasar karbon yang akan dirilis berbeda dengan IDX Carbon yang sifatnya masih voluntary atau sukarela.

"Yang kami susun adalah mandatory carbon market. Yang sudah exist itu namanya voluntary carbon market," kata Apit dalam acara Carbon Neutrality (CN) di Kemayoran, Kamis (13/2/2025).

Dalam aturan perdagangan karbon ini, nantinya Kemenperin bakal menetapkan batasan atau jatah emisi yang boleh dikeluarkan oleh ke-empat industri tersebut. Apabila dalam pelaksanaannya nanti realisasi emisi yang dikeluarkan melebihi batas, maka akan dikenakan pungutan.

"Konteks wajibnya itu adalah wajib dikenakan kebijakan pembatasan emisi. Kita nyebutnya emission allowance," kata Apit.

Sebaliknya, apabila realisasi emisi yang dikeluarkan di bawah jatah yang diberikan, maka bisa diperdagangkan kepada industri lainnya.

"Nanti kan kita bandingkan aktual emisinya berapa dibandingkan dengan jatah. Misalnya kalau jatahnya 100, emission aktualnya 80. Yang 20-nya bisa dijual. Kalau dia lebih, misalnya 120, maka 20-nya ini mungkin sebagian kecil harus bayar pungutan emisi, bukan pajak (carbon tax)," sebut Apit.

Pungutan kelebihan emisi hanya akan dikenakan 5 persen dari total kelebihannya. Misalnya, emisinya kelebihan 20, maka hanya 5 persen dari jumlah itu yang dikenakan pungutan.

"Ini pungutan emisi, misalnya cuma 5 persen dari kelebihannya. Sisanya yang 95 persen dari kelebihan itu, dari 20 tadi itu, itu bisa membeli dari pasar karbonnya, bisa membeli dari (industri) yang surplus," ujar Apit.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Karbon RI Bakal Dibuka Untuk Perdagangan Luar Negeri

Next Article Bangun Pabrik di Fakfak, Pupuk Indonesia Bakal Habiskan US$ 1 M

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|