Jakarta, CNBC Indonesia - Periode 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kondisi perekonomian RI menjadi sorotan. Terdapat beberapa kebijakan strategis yang telah diterapkan oleh pemerintahan baru meskipun dihadapi oleh berbagai tantangan, beberapa di antaranya pertanian, manufaktur dan perdagangan.
Salah satu kebijakan yang dicanangkan oleh Prabowo Subianto adalah swasembada pangan yang bahkan ditargetkan akan sudah terlaksana pada tahun 2025.
Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan jika swasembada pangan secara keseluruhan akan memberhentikan kegiatan impor pangan secara keseluruhan, hal itu tidak mudah. Pasalnya, dalam 10 tahun terakhir, Indonesia masih sangat bergantung pada impor pangan.
"Dalam 10 tahun terakhir impor pangan kita melonjak hampir 2 kali lipat bisa dibayangkan hanya tempo 10 tahun," ujar Andreas dikutip Rabu (22/1/2025).
Kendati demikian, ia menilai diluar jenis pangan lain, swasembada beras dapat terwujud pada tahun ini. Hal itu disebabkan oleh melimpahnya stok beras pada awal 2025 dari tahun sebelumnya.
"2024 impor meningkat itu akan meningkatkan stok awal tahun 2025, 7,5 juta ton beras perkiraan saya kalau ini maka stok ratio 24,3% angka ini amat sangat aman," ujarnya.
Melimpahnya stok beras mungkin akan menjadi kabar baik untuk tercapainya swasembada beras pada tahun 2025. Namun, Andreas menjelaskan, jika pemerintah tidak bisa meningkatkan produksi Indonesia harus kembali mengimpor beras pada tahun 2026.
"Stok 2025 ditopang impor 4,2 juta ton. Stok awal tahun 2026 tidak akan ditopang apapun sehingga murni dari produksi 2025 moga-moga kalau la nina berlanjut akan meningkatkan produksi kalau engga yasudahlah cukup swasembada 2025 lalu lanjut impor lagi," ujarnya.
Kinerja Manufaktur
Sementara dari sektor manufaktur, Associate Core Indonesia, Ina Primiana menjelaskan performa manufaktur Indonesia mengalami perbaikan pada 2 bulan pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Namun, pelemahan daya beli masyarakat yang melemah masih menghantui.
Melihat data PMI pada 3 bulan pertama pemerintahan baru terdapat peningkatan. Yakni pada Oktober 2024 sebesar 49,2%, November meningkat 49,6% dan Desember meningkat menjadi 51,2%.
Serta indeks kepercayaan industri meningkat oktober 52,8% november 53,0% dan desember 52,9%.
Dari sisi pertumbuhan upah riil 5 sektor penyerap tenaga kerja terbanyak, masih banyak yang yang menunjukkan penurunan. Seperti pertanian turun 0,6% industri pengolahan turun 0,75% pada 2024 dibandingkan 2022, jasa akomodasi dan makan turun 1,4% dan konstruksi turun 0,5%.
"Jadi memang untuk industri pengolahan negatif pertumbuhan, konsumsi rumah tangga juga relatif turun di tahun 2024. Melemahnya kelas menengah menjadi tantangan bagi pemerintahan baru," ujar Ina dikutip Rabu (22/1/2025).
Tak hanya itu, Ina pun melihat pada 100 hari pertama, pemerintahan Prabowo-Gibran juga harus berhadapan dengan runtuhnya industri tekstil Indonesia.
Ia menilai, produk impor membanjiri pasar dengan harga lebih murah sehingga susah untuk bersaing dan juga kurang ketatnya pengawasan terhadap barang impor.
Maka dari itu, ia menyarankan untuk pemerintah menilik kembali potensi industri agro Indonesia. Menurut ina, banyak produk industri agro Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dan memiliki potensi nilai tambah.
"Ada minyak sawit, karet, rumput laut masa sih ini gamau diapa apain. Keunggulan dari produk-produk yang akan kita hilirisasi tapi tentunya, tidak melakukan ekspor bahan mentah ini ada peluang yang bisa dikembangkan," ujarnya.
Kinerja Perdagangan
Dalam perdagangan global, Indonesia juga memiliki berbagai potensi dan tantangan baru. Seperti yang diketahui, Indonesia baru saja menjadi anggota penuh BRICS pada awal tahun 2025.
Keanggotaan Indonesia dinilai dapat mendorong ekspor Indonesia ke negara anggota BRICS. Seperti yang diketahui, porsi ekspor Indonesia ke negara-negara pendiri kelompok BRICS, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan mencapai 33,91% dari total ekspor non migas ke seluruh dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia ke lima negara inti BRICS itu sepanjang 2024 mencapai US$ 84,37 miliar, turun bila dibandingkan catatan pada 2023 yang sebesar US$ 85,64 miliar.
Associate Core Indonesia, Sahara, menjelaskan walaupun terdapat potensi dari segi ekspor, impor dari negara BRICS pun diproyeksikan akan meningkat dan mengancam industri Indonesia.
"Masuknya indonesia akan mendorong ekspor Indonesia ke negara-negara BRICS namun impor dari negara BRICS akan menguasai di Indonesia ini perlu dipertimbangkan dilihat dari China contohnya 35,9% ini besar banget ya," ujar Sahara.
Tak hanya itu, terpilih kembalinya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat juga memberikan dampak positif dan negatif untuk Indonesia.
Kebijakan proteksionisme Pemerintah AS di bawah kepemimpinan periode kedua Presiden Donald Trump dinilai dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.
Sahara menjelaskan dengan menggunakan skenario proteksionisme, Trump bertendensi memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Yakni, dengan potensi peningkatan ekspor ke AS untuk menggantikan China sekaligus peningkatan ekspor ke negara lainnya.
Ia menilai proteksionisme Trump dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 0,0020%, ekspor meningkat 0,042%, impor meningkat 0,145% dan investasi dapat meningkat 0,04%.
"Bagi Indonesia bagus juga karena ada kesempatan menaikkan ekspor kenaikan impor dan investasi," papar Sahara, Selasa (21/1/2025).
Sahara menjelaskan potensi pertumbuhan tersebut berdasarkan perhitungan model analisis perdagangan global peningkatan tarif 60% untuk semua impor dari China. Serta tarif global 10% semua impor dari semua negara.
Proteksionisme Trump pun juga dinilai dapat menurunkan mayoritas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Yakni produk berbahan dasar kulit sebesar 4,21% dan pakaian jadi turun sebesar 3,04%.
Kendati demikian, akan ada potensi diversi perdagangan ke China akibat proteksionisme Trump.
"Ada kesempatan dan peningkatan ekspor terutama ke China terutama untuk serat nabati, produk berbahan dan farmasi," ujar Sahara.
Rupiah & Suku Bunga BI
Namun, dengan kembalinya Trump dalam pemerintahan AS, Direktur Riset Bidang Keuangan, CORE Indonesia Etikah Karyani menilai rupiah akan melanjutkan tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang 2025.
Etikah menjelaskan penurunan suku bunga The Fed ini menjadi ancaman untuk RI. Karena, ia menilai Bank Indonesia masih sangat berpacu oleh penurunan suku bunga The Fed. Hal ini menyebabkan Bank Indonesia (BI) akan sulit untuk mengintervensi pelemahan rupiah.
Semakin kecilnya kemungkinan penurunan suku bunga acuan AS karena inflasi diperkirakan masih tetap tinggi. Seiring dengan kebijakan ekspansif dari Presiden AS Donald Trump.
"Masih tetep (isunya) inflasi walaupun sudah terkendali tapi di luar negeri di AS tenaga kerja masih belum baik baik saja," jelasnya.
Penurunan suku bunga BI pada awal tahun 2025 menjadi 5,75% juga di luar ekspektasi pasar. Menurut Etikah, ini akan membuat imbal hasil surat utang di Indonesia tidak terlalu menarik bagi investor.
"Market yang kaget market melihat prediksinya sedikit lebih tinggi namun tiba-tiba turun," terang Etikah.
Kini rupiah bertengger pada sekitar level Rp16.300 per dolar AS. Etikah memperkirakan dalam setahun ke depan rupiah bergerak pada level Rp16.000-17.000 per dolar AS.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kejutan BI Demi Kejar Target Prabowo
Next Article Ada Makan Bergizi Prabowo-Gibran, Ini Saham yang Bisa Cuan Kata Analis