Pesan SBY ke Menkeu dan Bos BI Saat Rupiah Tertekan: Tinggalkan Ego!

1 month ago 24

Jakarta, CNBC Indonesia - Era pemerintahan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diwarnai dua krisis ekonomi besar, yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menghadapi tekanan berat.

Selama sepuluh tahun kepemimpinannya, periode 2004-2014, terjadi dua krisis, yaitu Krisis Keuangan Finansial Global pada 2008/2009 dan periode Taper Tantrum 2013/2014. Kurs rupiah tercatat terbang dari kisaran Rp 9.620/US$ pada Oktober 2009 menjadi Rp 12.080/US$ pada 31 Oktober 2014.

SBY mengenang, masa-masa itu bisa menjadi pembelajaran dalam mengelola kurs yang tengah menghadapi tekanan beberapa bulan terakhir. Sebagaimana diketahui, kurs rupiah terus bergerak di kisaran atas Rp 16.000/US$ hingga saat ini.

"Kalau sudah menyangkut itu (pelemahan kurs rupiah), saya dan wapres (wakil presiden) duduk di sebelah kanan dan kiri kami itu Gubernur BI (Bank Indonesia) dan Menteri Keuangan," ucap SBY dalam sesi wawancara khusus di program Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (17/2/2025).

Setiap terjadi masa-masa tekanan terhadap nilai tukar rupiah, SBY mengaku selalu memberikan pesan kepada otoritas fiskal dan moneter untuk bekerja sama menciptakan bauran kebijakan yang menjaga stabilitas sistem keuangan sambil menjaga daya pertumbuhan ekonomi.

Sebab, menurutnya, bila hanya mengandalkan kebijakan moneter, maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi korban. Disebabkan kebijakan moneter untuk mengendalikan kurs bergantung pada peningkatan suku bunga acuan yang membebani biaya pinjaman bagi dunia usaha dan konsumen.

Sementara itu, bila kebijakan itu tidak ditempuh hanya untuk memikirkan pertumbuhan ekonomi maka, potensi keluarnya aliran modal asing akan terjadi sebagaimana masa krisis pada era 1998.

"Makanya, mereka harus betul-betul willing to cooperate, tinggalkan ego masing-masing, duduk bersama. Yang diperlukan adalah namanya monetary and fiscal policy mix, bauran atau paduan dari dua kebijakan itu. Ini tentu salah satu ikhtiar," ucap SBY.

"Banyak yang masih dilakukan lagi. Pemerintah bisa talk to private sector, business community, keadaan seperti ini," tegasnya.

Selain itu, saat periode tekanan kurs terjadi, pemerintah menurutnya juga harus menempuh kebijakan strategis dengan cara menyiapkan barang-barang ekspor, karena saat itu barang ekspor harganya akan menjadi sangat kompetitif.

"Kalau kita piawai, tergerak di situ, bukan hanya pemerintah, tapi juga dunia usaha, eksportir yang banyak sekali di negeri ini, menggunakan peluang itu bisa membawa keuntungan. Jadi yang disebut competitive depreciation itu merupakan strategi perdagangan yang juga sering diikuti oleh negara-negara lain," tutur SBY.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Impor Trump Bikin Rupiah Anjlok, Dolar Tembus Rp16.400-an

Next Article Pemegang Dolar Siap-siap! BI Sebut Rupiah Bakal Terus Menguat

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|