Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengakui bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan untuk meninjau ulang Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) sektor nikel. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan keberlanjutan para pengusaha lokal.
Menurut Bahlil, kebijakan ini dilakukan agar pengaturan RKAB lebih sesuai dengan kebutuhan nyata industri. Ia lantas menegaskan bahwa pemangkasan produksi sendiri hingga kini belum dilakukan, tetapi pemerintah akan menjaga keseimbangan permintaan perusahaan terhadap RKAB dengan kapasitas industri yang ada.
"Kita membuat RKAB itu berdasarkan sesuai kebutuhan. Pemangkasan belum ada yang ada itu menjaga keseimbangan antara permintaan perusahaan perusahaan terhadap RKAB dan kapasitas industri serta memperhatikan juga pelaku pengusaha lokal," kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/1/2025).
Bahlil membeberkan, kebijakan ini dirancang untuk memberikan peluang bagi pelaku usaha lokal agar dapat menjual produknya. Pasalnya, apabila tidak ada yang mengatur pembagian ini, pengusaha lokal akan kesulitan menjual hasil tambangnya.
"Jadi kalau industri perusahaan a mengajukan RKAB nya 20 juta contoh. kemudian dia untuk memenuhi stok pabriknya itu 20 juta ya kita kasih dia 60% 40% nya dia harus ngambil masyarakat lokal. Kalau tidak bagaimana masyarakat lokal mau jual kemana," kata dia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen) Kementerian ESDM, Tri Winarno menegaskan, bahwa terhadap Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan khususnya nikel di tahun 2024-2026 akan dilakukan evaluasi terhadap semua aspeknya.
Hal itu dilakukan, supaya produksi nikel tidak dilakukan secara 'jor-joran'. Makanya, pemerintah merasa perlu untuk melakukan kontrol atas produksi tersebut. "Kemungkinan bisa dipotong kalau memang ada yang tidak komitmen dengan jaminan reklamasi pasca tambang, kecelakaan tambang tinggi dan lain sebagainya. Intinya kita akan lakukan evaluasi lah," ungkap Tri Winarno kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (14/1/2024).
Tri Winarno mencatat, tahun 2024 lalu produksi bijih nikel mencapai sekitar 215 juta ton per tahun. Realisasi produksi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2023.
"Tahun 2025 bisa jadi kita turunkan. Ini untuk mineral dan batu bara, karena harga turun terus, kita eksportir terbesar di dunia, coba kita evaluasi," ungkap Tri.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nikel RI Punya Prospek "Besar" di 2025, Tapi Ada Syaratnya!
Next Article Raih Gelar Doktor, Ini Rekomendasi Bahlil Soal DBH Nikel