Ramai-Ramai Bank RI Tutup ATM, Ini Alasannya

2 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan Indonesia ramai-ramai menutup jumlah Anjungan Tunai Mandiri. Berdasarkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sejumlah bank di Indonesia memangkas jumlah mesin ATM di berbagai lokasi.

OJK mencatat, jaringan kantor bank umum konvensional (BUK) di seluruh Indonesia per triwulan IV-2023 berkurang sebanyak 4.676 unit sehingga hanya tersisa 115.539. Jaringan kantor terbanyak masih didominasi oleh terminal perbankan elektronik (ATM/CDM/CRM) sebanyak 91.412 unit. Jumlah itu menyusut sebanyak 1.417 unit, yakni dari setahun sebelumnya 92.829 unit dari tiga bulan sebelumnya.

Data terbaru, OJK mencatatkan terminal perbankan elektronik (ATM/CDM/CRM) sebanyak 91.197 unit per triwulan II-2024. Jumlah itu menyusut sebanyak 319 unit, yakni dari sebanyak 91.516 unit dari setahun sebelumnya.

Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo menyebut, ada beberapa penyebab di balik terjadinya fenomena ini, salah satunya bergesernya budaya transaksi masyarakat dari menggunakan uang tunai menjadi ke layanan digital alias mobile banking dan aplikasi.

Selain itu, ada biaya investasi dan perawatan mesin ATM relatif tinggi. Sedangkan dari sudut pandang nasabah, Arianto menyebut ada kebiasaan baru untuk menggunakan mobile banking danmobile appsuntuk transaksi keuangannya.

"Penurunan jumlah mesin ATM di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dengan berbagai faktor yang mendasarinya. Baik dari sudut pandang bank maupun nasabah, terdapat alasan logis dan strategis di balik tren ini," kata Arianto kepada CNBC Indonesia.

Meski demikian, Arianto mengatakan, ATM masih tetap menjadi layanan penting bagi banyak nasabah, terutama di daerah yang belum memiliki akses internet yang memadai.

Oleh sebab itu, ia mengimbau bank perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan nasabah, yakni dengan tetap menyediakan layanan ATM yang aman, mudah diakses, dan memenuhi kebutuhan nasabah di era digital ini.

"Pada saatnya nanti akan ditemukan kesetimbangan baru atas pengguna layanan digital penuh, ATM dan gerai cabang fisik," tuturnya.

Di kala tren penutupan kantor cabang bank dan ATM, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) telah menanggapi dengan berbagai strategi. Bahkan, bank pelat merah itu sendiri telah memutuskan untuk menutup sebagian kantor cabangnya, guna bertransformasi digital.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan layanan kantor cabang yang ditutup itu kemudian dialihkan kepada para agen BRILink yang tersebar di warung-warung. Menurut Sunarso, transformasi BRI ini merupakan tahapan yang kedua, yang disebut BRIvolution 2.0.

Aspirasinya, BRI ingin menjadi the most valuable banking group in Southeast Asia and champion of financial inclusion. Sunarso menekankan, dalam fase ini, inklusi menjadi kunci.

"Maka kemudian, kita menutup cabang sebenarnya dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat yang kita kemas dalam rangka financial inclusion. Maka kemudian agen BRILink dimaksudkan untuk memastikan terjadinya sharing ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang secara inklusif melibatkan partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya," terang Sunarso di segmen Money Talks Power Lunch CNBC Indonesia.

Ia mengungkapkan, hasil riset BRI menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya digital. Masih lebih banyak yang menyukai layanan perbankan lewat agen.

"Bahkan, jangankan digital. Ke bank aja masih enggan gitu, masih lebih senang lewat warung-warung yang sifatnya ada dekat dengan rumahnya, tetangganya, seperti itu. Tapi intinya adalah masih butuh physical presence dan kemudian juga personal touch," pungkas Sunarso.

Sunarso menggambarkan, agen BRILink persis seperti layanan kantor cabang BRI yang sesungguhnya, namun dalam bentuk agen. Agen-agen tersebut bisa berupa warung, toko kelontong, dan lain sebagainya.

"Tujuannya adalah supaya menjangkau masyarakat lebih luas, lebih dalam, dan lebih murah dengan tujuan meningkatkan inklusi keuangan tadi di wilayah-wilayah terutama yang tidak terjangkau oleh layanan bank secara formal," imbuh Sunarso.

Ia mengungkapkan, saat ini agen BRILink terus bertumbuh dan jumlahnya sudah mencapai 1.022.000 agen di seluruh Indonesia pada tahun ini. Padahal, Sunarso mengingat pada tahun 2015, jumlah agen BRILink masih sekitar 75.000.

Terpisah, Direktur Networks & Services PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ronny Venir mengatakan rasionalisasi jumlah kantor cabang terjadi karena situasi pasar. Sebagaimana diketahui, pandemi Covid-19 mengubah perilaku masyarakat menjadi serba mengandalkan teknologi digital.

"Begitu juga di dunia perbankan, banyak sekali transaksi-transaksi yang sekarang ini di zaman seperti sekarang, zaman now, dilakukan bisa tidak harus dilakukan di cabang tetapi banyak dilakukan digital,dengan beberapa aplikasi atau sistem yang dimiliki oleh masing-masing perbankan," kata Ronny di Power Lunch CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bos OJK: Investor Ritel Domestik Jadi Kekuatan Pasar Modal RI

Next Article Fenomena Warga RI Tinggalkan ATM, Kompak Pindah ke Sini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|