Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat kerja (raker) Komisi V DPR RI bersama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hari ini, Kamis (6/2/2025) berlangsung panas, usai pemerintah memangkas anggaran kementerian tersebut sebesar Rp81,38 triliun. Pemangkasan ini memicu perdebatan tajam, terutama terkait dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.
Akibatnya, rapat kerja Komisi VI DPR dijadwalkan bersama Menteri PU, Menteri PKP, Menteri PDT, BMKG, dan Basarnas itu dimulai pukul 10.30 WIB dan langsung ditutup sekitar hampir 1,5 jam kemudian. Padahal, rapat baru hanya membahas anggaran Kementerian PU.
Menteri PU Dody Hanggodo mengungkapkan, anggaran kementerian yang awalnya Rp110,95 triliun harus mengalami efisiensi besar-besaran, hingga tersisa Rp29,57 triliun. Akibatnya, beberapa proyek infrastruktur, termasuk pembangunan fisik dan kegiatan non-prioritas harus dibatalkan.
Protes dari DPR
Pemangkasan anggaran ini mendapat tanggapan keras dari sejumlah anggota DPR. Hamka B. Kady dari Fraksi Golkar mempertanyakan nasib proyek infrastruktur di daerah, terutama di wilayah termiskin seperti Jeneponto dan Selayar. Menurutnya, efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan janji-janji politik yang telah disampaikan kepada rakyat.
"Ini kalau tidak ada ini pak, tadi jembatan gantung sudah dikerjakan di sana. Apa itu mangkrak sebentar? Di daerah saya termiskin Jeneponto, ada Kabupaten Selayar ada infrastruktur di situ. Apa harus diefisienkan semuanya? Harus kita berpikir berdasarkan pasal ini," kata Hamka dalam Raker Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Kamis (6/2/2025).
"Setuju efisiensi, kita dukung pemerintah. Tapi jangan korbankan kami, janji-janji politik kami juga ada dibawa. Kami duduk juga ini mewakili rakyat, Presiden juga ada janji politiknya, anggota DPR ada janji politiknya. Ayo pintar-pintar, ayo kita tanpa melanggar atau tanpa melanggar UU yang ada, kita bicarakan. Kalau misal hanya Rp29 triliun, kita bicarakan ke mana? ini yang prioritas yang mana? jangan langsung plotting begini, lantas langsung suruh teken. Nggak bisa pak. Tolong pak menteri, tolong diperhatikan," sambungnya.
Sementara itu, Yanuar Arif Wibowo dari Fraksi PKS menyoroti pemangkasan anggaran ini berdampak langsung pada masyarakat, khususnya di desa. Menurutnya, pembangunan dari bawah bisa mandek, termasuk proyek jembatan gantung yang krusial bagi desa-desa terpencil. Ia meminta agar pembahasan anggaran dilakukan secara lebih mendalam sebelum disetujui.
"Kalau kita ikutin apa arahan pak Presiden tentang anggaran yang tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi, anggaran yang tidak berdampak langsung kepada masyarakat, ini yang berdampak langsung kepada masyarakat hilang semua pak. Asta Cita keenam, membangun dari bawah, bisa kosong. Ini desa bicaranya. Jembatan gantung adanya di desa bukan di kota," ucap Yanuar.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus pun mencoba menengahi dengan menyatakan bahwa yang perlu disahkan saat ini hanyalah perubahan pagu indikatif, bukan program-programnya. Ia menjelaskan, setelah pengesahan angka, barulah dilakukan pembahasan lebih rinci dengan masing-masing kementerian terkait prioritas penggunaan anggaran.
Namun, Adian Napitupulu dari Fraksi PDIP menganggap pemangkasan ini tidak masuk akal. Ia menyoroti, dengan anggaran yang tersisa, pembangunan infrastruktur akan terhambat, dan DPR tidak akan mampu memenuhi janji-janji kepada konstituen.
"Kalau memang tidak bisa diubah lagi, ya ketok saja. Toh yang akan bertanggung jawab nanti adalah pemerintah," ujarnya dengan nada pasrah.
Meski menuai perdebatan sengit, akhirnya Ketua Komisi V DPR, Lasarus menegaskan perubahan pagu indikatif adalah kewenangan penuh pemerintah dan harus disahkan. Meski beberapa anggota DPR menolak keputusan ini, mayoritas akhirnya setuju pembahasan lebih lanjut akan dilakukan dalam rapat-rapat mendatang dengan masing-masing kementerian.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Swasta Garap Proyek Infrastruktur, Pengusaha Bilang Ini
Next Article Tak Dapat Tambahan, KKP 'Cuma' Dapat Anggaran Rp 6,2 T di 2025