REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada 2022, Indonesia dihebohkan oleh gempa bumi yang mengguncang wilayah Kabupaten Cianjur–Sukabumi. Gempa dengan magnitudo 5,6 dan kedalaman episentrum 10 kilometer itu merusak sekitar 22 ribu rumah serta menyebabkan 73 ribu warga mengungsi.
Yang menarik, para peneliti cukup terkejut dengan kejadian tersebut. Pasalnya, sebelum peristiwa itu, belum ditemukan sumber gempa yang diketahui di kawasan tersebut.
“Kita tidak punya sumber pemahaman bahwa wilayah Cianjur dan sekitarnya memiliki zona patahan,” kata Strategic Planning & Risk Management Group Head MAIPARK Indonesia, Ruben Damanik, dalam Media Workshop bertajuk 'Jaga Aset, Jaga Bisnis: Asuransi Properti di Tengah Risiko Bencana', beberapa waktu lalu.
Ruben menjelaskan, gempa bumi kerap menjadi fenomena yang sulit diprediksi. “Peneliti bisa memperkirakan akan terjadi gempa, tetapi tidak selalu akurat. Seperti gempa di Jepang pada 2011 yang menimbulkan tsunami dan merusak fasilitas nuklir. Magnitudo gempa itu melebihi ekspektasi para peneliti,” ujarnya.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. World Risk Report 2023 menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 193 negara paling rawan bencana setelah Filipina.
Posisi geografis Indonesia yang berada di pertemuan empat lempeng tektonik utama — Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, dan Filipina — membuatnya rentan terhadap gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, dan cuaca ekstrem. Sayangnya, literasi asuransi bencana di Indonesia masih rendah. Nilai kerugian ekonomi akibat bencana jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai klaim asuransi.
Meski literasi keuangan nasional menunjukkan tren positif, kesadaran terhadap asuransi masih tertinggal. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 oleh OJK mencatat indeks literasi keuangan meningkat menjadi 66,46 persen, dengan inklusi mencapai 80,51 persen. Namun, khusus sektor asuransi, indeks literasi baru 45,45 persen dan inklusi hanya 28,50 persen.
Rendahnya pemahaman ini berdampak langsung pada kepemilikan proteksi aset. Data MAIPARK pada 2023 menunjukkan hanya sekitar 0,1 persen atau sekitar 36 ribu dari total 64 juta rumah tinggal yang memiliki asuransi properti.
Ketimpangan ini mengkhawatirkan mengingat besarnya potensi kerugian ekonomi akibat bencana. Berdasarkan analisis Badan Pusat Statistik (BPS), banjir menjadi bencana paling sering terjadi dengan lebih dari 1.400 kejadian sepanjang 2024, dan potensi kerugian ekonomi mencapai lebih dari Rp 500 triliun. Sementara itu, cuaca ekstrem dan kebakaran hutan masing-masing berisiko menimbulkan kerugian sekitar Rp 700–800 triliun.
Ruben menekankan pentingnya edukasi dan literasi asuransi bencana di Indonesia. “Masyarakat perlu lebih sadar terhadap pentingnya proteksi, terutama untuk rumah tinggal dan UMKM,” ujarnya.
Kerugian akibat bencana tidak hanya bersifat langsung, tetapi juga berdampak secara tidak langsung terhadap ekonomi nasional. Studi BPS menunjukkan, setiap satu kejadian bencana dapat menurunkan PDB per kapita sebesar Rp 2.386, yang setara dengan potensi penurunan Rp 7,43 juta per kapita dalam setahun. Sektor perdagangan dan manufaktur sebagai penggerak ekonomi mengalami dampak terbesar, dengan kerugian tidak langsung masing-masing mencapai Rp 23,96 triliun dan Rp 19,51 triliun per tahun.
MAIPARK menegaskan, risiko bencana di Indonesia bukan sekadar potensi, tetapi ancaman nyata yang terus berulang. Peta Sumber Gempa Nasional 2017 yang diterbitkan Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) mencatat 295 sesar aktif di seluruh Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, sejumlah kejadian signifikan berasal dari patahan yang belum terpetakan (unmapped faults), yang mengindikasikan potensi penambahan sumber gempa pada pembaruan Peta Sumber Gempa Nasional 2025.
“Kerentanan Indonesia terhadap bencana sudah terbukti. Tanpa langkah mitigasi yang kuat, termasuk perlindungan finansial melalui asuransi, kerugian yang ditimbulkan bisa sangat luas, tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi sektor ekonomi secara keseluruhan,” tegas Ruben.
Sebagai bagian dari Allianz Group, Allianz Utama menawarkan solusi Property All Risk dengan cakupan perlindungan luas — mulai dari aset bisnis seperti kantor, pabrik, gudang, hingga bangunan komersial lainnya. Produk ini juga mencakup perluasan proteksi terhadap risiko banjir, gempa bumi, dan pencurian, serta perlindungan atas potensi kehilangan pendapatan akibat terhentinya operasional pascabencana.
Selain produk yang relevan, Allianz juga memperkuat layanan dengan proses klaim yang transparan dan cepat, termasuk jalur khusus untuk bencana berskala besar. Dukungan finansial dan teknis dari Allianz Group memastikan kesiapan perusahaan membayar klaim tepat waktu sesuai ketentuan polis.
“Allianz percaya bahwa proteksi asuransi bukan sekadar menjaga aset fisik, tetapi juga menjaga kesinambungan bisnis dan stabilitas ekonomi. Kami berkomitmen meningkatkan literasi asuransi agar semakin banyak pelaku usaha menyadari pentingnya perlindungan ini,” ujar Direktur & Chief Technical Officer Allianz Utama Indonesia, Ignatius Hendrawan.