RI Menang di WTO, Airlangga: Bukti Pengakuan Biodiesel CPO Indonesia

3 months ago 31

Jakarta, CNBC Indonesia - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi kemenangan Indonesia dalam sengketa perdagangan dengan Uni Eropa terkait biodiesel di WTO. Kemenangan ini bagian dari perjuangan melawan diskriminasi perdagangan di global.

"Indonesia mengapresiasi keputusan Panel WTO dan ini merupakan pengakuan terhadap Biodiesel berbasis CPO," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/1/2025)

Airlangga mengatakan capaian ini sejalan dengan perjuangan Indonesia bersama Malaysia dalam wadah negara yang memproduksi minyak kelapa sawit.

"Terutama agar tidak terjadi diskriminasi terhadap biodiesel tetapi juga terhadap penggunaan CPO sebagai minyak nabati," tegas Airlangga.

Sebelumnya panel WTO menyatakan UE memberikan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan produk serupa dari UE, seperti rapeseed dan bunga matahari. Selain itu, produk impor dari negara lain seperti kedelai juga mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan kelapa sawit Indonesia.

Tak hanya itu, Panel WTO juga menilai UE telah gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

"Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso 

Perlu diketahui, kasus ini bermula pada Desember 2019 lalu, ketika Indonesia menggugat pertama kali kebijakan UE yang dianggap menghambat akses pasar kelapa sawit melalui RED II, Delegated Regulation, dan kebijakan Prancis. Kebijakan tersebut meliputi pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit hingga 7%, pengategorian high ILUC-risk, serta penghentian penggunaan biofuel sawit secara bertahap (phase out). Gugatan ini terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS593.

Berdasarkan aturan WTO, laporan Panel akan diadopsi dalam waktu 20-60 hari jika tidak ada keberatan dari pihak yang bersengketa. Keputusan ini bersifat mengikat, dan UE wajib mematuhi putusan dengan menyesuaikan kebijakannya.

Budi mengatakan, pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO, khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia. Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut. Secara paralel, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

"Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri seperti kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia," kata Budi.


(hoi/hoi)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga & Ekspor CPO Anjlok, Bagaimana Nasib Bisnis Sawit 2025?

Next Article Pengusaha Ingatkan Waspada Kampanye Dirty Nickel, RI Wajib Lakukan Ini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|