RI Menang! WTO Akui Uni Eropa Diskriminasi - Jegal Biodiesel RI

3 months ago 32

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia berhasil membuktikan adanya tindakan diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak sawit dan biofuel berbahan baku kelapa sawit (biodiesel) di hadapan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Panel WTO, melalui laporan putusannya yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025, memutuskan bahwa kebijakan UE melanggar aturan perdagangan internasional.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyambut positif keputusan WTO tersebut.

"Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif. Kami harap, di masa depan, negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global," kata Budi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (17/1/2025).

Secara umum, panel WTO menyatakan UE memberikan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan produk serupa dari UE, seperti rapeseed dan bunga matahari. Selain itu, produk impor dari negara lain seperti kedelai juga mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan kelapa sawit Indonesia.

Tak hanya itu, Panel WTO juga menilai UE telah gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

"Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa," ujarnya.

Perlu diketahui, kasus ini bermula pada Desember 2019 lalu, ketika Indonesia menggugat pertama kali kebijakan UE yang dianggap menghambat akses pasar kelapa sawit melalui RED II, Delegated Regulation, dan kebijakan Prancis. Kebijakan tersebut meliputi pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit hingga 7%, pengategorian high ILUC-risk, serta penghentian penggunaan biofuel sawit secara bertahap (phase out). Gugatan ini terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS593.

Langkah Selanjutnya

Berdasarkan aturan WTO, laporan Panel akan diadopsi dalam waktu 20-60 hari jika tidak ada keberatan dari pihak yang bersengketa. Keputusan ini bersifat mengikat, dan UE wajib mematuhi putusan dengan menyesuaikan kebijakannya.

Budi mengatakan, pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO, khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia. Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut. Secara paralel, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

"Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri seperti kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia," pungkasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Genjot Produksi B40 hingga 15 Juta Kilo Liter, Insentif Ditebar

Next Article Pengusaha Ingatkan Waspada Kampanye Dirty Nickel, RI Wajib Lakukan Ini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|