Polisi berkuda membubarkan warga Yahudi ultra-Ortodoks yang memblokir jalan saat aksi demonstrasi menentang kebijakan wajib militer di Yerusalem, Kamis (7/8/2025). Aksi menolak kebijakan wajib militer di Israel berakhir ricuh. Komunitas Yahudi Ortodoks menolak langkah pemerintah yang mewajibkan mahasiswa seminari untuk menjalani wajib militer pada hari Kamis.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV—Ribuan orang Yahudi ultra-Ortodoks memblokir jalan-jalan di Israel tengah, utara dan selatan pada Rabu (23/10/2025) malam untuk memprotes penangkapan para penghindar wajib militer dari masyarakat dan menolak wajib militer.
Warga Haredim melanjutkan protes mereka terhadap wajib militer menyusul keputusan Mahkamah Agung pada 25 Juni 2024 yang memaksa mereka untuk mendaftar dan melarang bantuan keuangan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang siswanya menolak bertugas di militer.
Haredim berjumlah sekitar 13 persen dari 10 juta penduduk Israel. Mereka menolak wajib militer dan mengklaim bahwa mereka mengabdikan hidup mereka untuk mempelajari Taurat.
Menurut Aljazeera, dikutip Kamis (23/10/2025), mereka menyatakan integrasi ke dalam masyarakat sekuler merupakan ancaman bagi identitas agama dan kelangsungan komunitas mereka.
Para rabi senior, yang pernyataannya dianggap sebagai fatwa agama bagi kaum Haredim, menyerukan menolak wajib militer dan bahkan merobek-robek surat panggilan.
Ribuan orang Haredim berdemonstrasi pada Rabu malam ini di beberapa lokasi di seluruh Israel, setelah polisi militer menangkap tiga siswa yeshiva semalam, menurut Hebrew Channel 10 (swasta).
Para demonstran turun ke jalan-jalan di Bnei Brak, Yerusalem (tengah) dan Safed (utara), dan memblokir jalan-jalan utama, menuntut pembebasan para pemuda itu dan pembatalan perintah wajib militer bagi para siswa sekolah agama, menurut sumber yang sama.
Bentrokan
Demonstrasi berpusat di Jalan Raya 4 dekat Bnei Brak, di Jalan Jabotinsky di kota, di Beit Shemesh (tengah) di Safed, dan di Kikar Hashbat (Alun-alun Sabtu) di Yerusalem.