Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berhasil melawan dolar Amerika Serikat (AS) dengan ditutup sumringah pada perdagangan akhir perdagangan hari ini. Terbitnya aturan devisa hasil ekspor (DHE) yang diserukan oleh Prabowo hingga surplusnya neraca dagang Indonesia memperkuat pergerakan rupiah terhadap dolar AS selama empat hari beruntun.
Dilansir dari Refinitiv pada penutupan perdagangan Senin (17/2/2025), rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 0,28% pada posisi Rp16.210/US$1. Penguatan tersebut menjadi penguatan rupiah selama empat hari beruntun, meskipun pada saat perdagangan intraday rupiah sempat menembus level Rp16.160/US$1.
Dari sisi DXY, pada perdagangan Senin (17/2/2025) hingga pukul 15.00 WIB, indeks dolar AS menguat 0,10% di level 106,68.
Banjirnya kabar baik dari Tanah Air hari ini mendorong peningkatan rupiah terhadap dolar AS. Mulai dari kaba neraca dagang Indonesia hingga kabar penerbitan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus sebesar US$ 3,45 miliar. Ini adalah surplus selama 57 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus ini dipicu oleh impor yang lebih rendah sebesar US$ 18 miliar, sementara ekspor mencapai US$21,45 miliar.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan neraca perdagangan pada Januari 2025 mengalami surplus US$ 3,45 miliar atau naik US$ 1,21 miliar secara bulanan.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia surplus selama 57 bulan sejak Mei 2020," kata Amalia dalam konferensi pers BPS, Senin (17/2/2025).
Amalia menuturkan surplus pada Januari 2025 ditopang oleh surplus komoditas minyak dan gas (migas), penyumbangnya a.l. bahan bakar mineral, lemak hewan dan nabati, serta besi dan baja. Pada saat yang sama, dia mengatakan neraca perdagangan komoditas migas mengalami defisit US$ 1,43 miliar disumbang oleh impor minyak mentah dan hasil minyak.
Data BPS menunjukkan, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan beberapa negara. Adapun, 3 terbesar yakni AS US$ 1,58 miliar, India US$ 0,77 miliar dan Filipina US$ 0,72 milliar. Sementara itu, dengan China, Indonesia mengalami defisit US$ 1,77 miliar.
Surplus awal tahun ini jauh di atas dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga. Konsensus ini memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2025 akan mencapai US$1,78 miliar. Konsensus juga memperkirakan ekspor akan tumbuh 6,47% (year on year/yoy) dan impor melesat 9,17% (yoy).
Dari sisi lain, presiden Prabowo mengumumkan kebijakan terbaru Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan menetapkan bahwa DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia ditingkatkan menjadi 100% dalam jangka waktu 12 bulan dan berlaku per 1 Maret 2025.
Prabowo mengatakan hasil sumber daya alam harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Dia menyebut hal itu dapat dilakukan lewat pembiayaan pembangunan, perputaran uang di dalam negeri, peningkatan cadangan devisa hingga stabilitas nilai tukar.
"Selama ini dana devisa hasil ekspor kita terutama dari sumber daya alam banyak disimpan di luar negeri," ucap Prabowo dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/2/2025).
Prabowo mengatakan pemerintah pun menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2025 untuk meningkatkan manfaat devisa hasil ekspor sumber daya alam. Ia mengatakan PP itu membuat devisa hasil ekspor sumber daya alam Indonesia harus disimpan di bank-bank dalam negeri. Ketentuan itu berlaku untuk sektor pertambangan kecuali minyak dan gas bumi. Ia juga mengatakan aturan itu berlaku untuk perkebunan, kehutanan dan perikanan.
Prabowo pun menargetkan devisa hasil ekspor Indonesia bertambah US$ 80 miliar pada tahun 2025 atau berkisar Rp1.296,8 triliun (Rp16.210/US$1).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Netizen Heboh, Rupiah Sentuh 8.000-an Per Dolar di Laman Google
Next Article Rupiah Kembali Tertekan, Dolar AS Naik ke Rp 15.505