REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tidak ada yang suka di-ghosting. Namun, bagaimana kalau sebenarnya kamu tidak benar-benar ditinggalkan, melainkan pasanganmu memang sedang sibuk?
Di era komunikasi instan seperti sekarang, perasaan di-ghosting dan “sibuk” bisa terasa sama. Dilansir laman HuffPost pada Selasa (23/9/2025), ahli hubungan sekaligus penulis buku Rethink Love, Monica Berg, menjelaskan bahwa jeda dalam komunikasi sering kali memicu kecemasan, terutama bagi mereka dengan pola keterikatan cemas yang terbentuk sejak kecil.
“Bagi banyak orang, jeda dalam koneksi bisa terasa seperti ditinggalkan, bukan karena itu kenyataannya, tapi karena hal itu mengingatkan kita pada perasaan lama,” kata Berg.
Ketika berada di fase awal jatuh cinta, tubuh kita dibanjiri hormon seperti kortisol dan dopamin yang membuat perasaan jadi intens dan obsesif. Ditambah dengan “cerita lama” tentang rasa takut ditinggalkan, bahkan pesan singkat yang terlambat dibalas bisa dianggap sebagai bukti bahwa “aku tidak cukup” atau “semua orang akan meninggalkanku”.
Tekanan balasan instan dan otak yang terjebak dopamin
Berg mengatakan budaya instant messaging membuat banyak orang terjebak dalam ekspektasi tak realistis. “Ketersediaan komunikasi modern seperti teks, DM, voice note, hingga read receipt menciptakan ilusi bahwa kita harus selalu tersedia,” ujarnya.
Pada awalnya memang terasa menyenangkan ketika pesan dibalas cepat, tapi lama-lama hal itu bisa berubah jadi kecemasan, bahkan kecanduan. “Kita jadi bergantung pada ‘ping’ di ponsel sebagai ukuran harga diri,” kata Berg.
Psikoterapis Israa Nasir mengatakan sistem notifikasi didesain layaknya mesin untuk menjaga keterlibatan pengguna. “Desain ini membuat kita kecanduan cek pesan, mengganggu pola pikir, dan menyulitkan kita membangun hubungan sehat,” ujarnya.
Cara menghadapi rasa cemas saat pesan tidak dibalas
Menurut Berg, kuncinya adalah berhenti dan sadar ketika rasa panik muncul. “Katakan pada diri sendiri, ‘Ini cerita lama saya. Saya merasakannya, tapi saya tahu ini tidak nyata’. Kita mungkin tidak bisa mengontrol pikiran pertama, tapi kita bisa mengontrol pikiran kedua,” ujarnya.
Ia mengatakan, cinta sejati tidak dibangun dari balasan instan, melainkan dari kepercayaan, kesabaran, dan pertumbuhan bersama. “Jeda komunikasi bukan selalu penolakan. Sering kali itu hanya kehidupan yang berjalan,” ujarnya.
Nasir menyarankan untuk:
-Melihat pola, bukan momen: Tanyakan, apakah orang itu biasanya responsif atau memang sudah melambat dari awal? Ghosting biasanya berarti hilang total tanpa penjelasan dalam waktu lama (sekitar seminggu atau lebih).
-Cek langsung sekali: Jika ragu, boleh kirim pesan sederhana untuk memastikan. Kalau tetap tidak ada jawaban, anggap itu sebagai informasi, bukan kegagalan personal.
-Bangun ketahanan emosional: Jangan jadikan kencan pusat hidupmu. Isi waktu dengan aktivitas bermakna seperti dari pertemanan, hobi, perjalanan solo, sampai istirahat.