Sritex Dulu Jaya, Kini Terpuruk: Sudah Pailit, Bos Dibekuk Kejagung

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia — Petaka yang menimpa raja tekstil Indonesia PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) ternyata belum berakhir. Setelah dinyatakan pailit, Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) 2014-2023 yang sekarang menjabat sebagai Komisaris Utama Iwan Setiawan Lukminto kemarin, Rabu (21/5/2025).

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung atau Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar membeberkan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah daerah kepada PT Sritex Rejeki Isman Tbk dengan nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (Rp 3,58 triliun).

Adapun sejarah perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.

Dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki

Tak disangka bisnisnya moncer. Dua tahun berselang dia mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang kini bertahan hingga kini pada 1980.

Tak banyak cerita 'tangan dingin' Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai 'raja' industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.

Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto. Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

Kemudian Srite dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Selain itu, pengadilan juga menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).

Lalu pada 1 Maret 2025, Sritex memutuskan untuk menghentikan operasi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawan. 

Sementara itu di Bursa, saham SRIL sudah dihentikan perdagangannya sejak 18 Mei 2022. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan SRIL sebagai emiten yang memiliki potensi delisting pada Mei 2023. Ketentuan bursa menetapkan delisting dapat dilakukan terhadap saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi sekurang-kurangnya 24 bulan terakhir.

Selain suspensi SRIL yang sudah mencapai lebih dari ketentuan yakni 24 bulan, SRIL memiliki masalah kesehatan keuangan akibat utang yang menggunung. Saat ini, Sritex menanggung defisit modal atau ekuitas negatif karena jumlah liabilitas yang lebih besar dari aset. Ini berarti kondisi SRIL di ambang kebangkrutan sebab jumlah jika utang jatuh tempo tidak bisa dibayar, bahkan ketika menjual aset pun tidak mampu menutupi semua utang.

Liabilitas SRIL per September 2024 tercatat sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp 26,41triliun (kurs Rp16.360), sedangkan ekuitasnya telah mencatatkan defisiensi modal sebesar -US$ 1,02 miliar.

Liabilitas SRIL didominasi oleh liabilitas jangka panjang, dengan perolehan sebesar US$1,48 miliar. Liabilitas jangka pendek tercatat sebesar US$133,84 juta.

Adapun utang bank menjadi salah satu pos paling besar yang menyumbang liabilitas jangka panjang SRIL, dengan nilai sebesar US$ 829,67 juta atau sekitar Rp 13,57 triliun (kurs Rp 16.360). Setidaknya terdapat 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas Sritex.

Kondisi keuangan Sritex semakin berat dengan catatan rugi sebesar US$ 66,05 juta atau Rp 1,08 triliun (kurs Rp 16.360). Rugi ini terjadi lantaran penjualan perusahaan tidak mampu menutup beban pokok.

Sritex melaporkan penjualan sebesar US$ 200,93 juta, sedangkan beban pokok US$ 223,52 juta. Belum lagi ditambah dengan beban penjualan, beban umum, hingga beban operasi lainnya membuat rugi dari operasi Sritex pun membengkak menjadi US$ 58,61 juta.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dari Rugi Jadi Untung, Ini Jurus BPD Hadapi Ketidakpastian

Next Article Ini 1 Kreditur yang Bikin Sritex (SRIL) Pailit

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|