Tabrakan Beruntun Terulang, Pakar Teriak RI Darurat-Ini Warningnya

1 month ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah pemerintah yang melakukan pemotongan anggaran besar-besaran pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dikhawatirkan bisa berdampak pada anggaran penanganan keselamatan. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno dalam surat terbuka kepada Presiden Prabowo.

Dia mengatakan, perhatian pemerintah pada keselamatan masih minim. Padahal, ujarnya, Indonesia sedang dalam Darurat Keselamatan Transportasi.

Sebagai informasi, menyusul penghematan besar-besaran oleh Presiden Prabowo Subianto, anggaran Kemenhub tahun 2025 bakal dipotong sebesar Rp17,8 triliun dari alokasi awal Rp31,4 triliun.

"Pemotongan anggaran jangan membabi buta yang akhirnya malah sulit mengantisipasi masalah kecelakaan, karena untuk mencari data juga akhirnya terbatas. Anggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan jangan dikurangi apalagi dipangkas. Termasuk operasional KNKT tidak harus ikut dipangkas. Sekarang, Indonesia berada dalam Darurat Keselamatan Transportasi. Perlu harmonisasi penegakan hukum," katanya, dikutip Jumat (7/2/2025).

Peristiwa kecelakaan beruntun di Gerbang Tol Ciawi 2 di Bogor, Selasa (4/2/2025), ujarnya, menunjukkan minimnya perhatian pada keselamatan tersebut. Permasalahan tabrakan beruntun yang berulang atau kecelakaan truk dengan dimensi dan muatan berlebih (overload over dimension/ODOL) tidak pernah mendapatkan solusi dari negara. Kejadian seperti ini merupakan akumulasi karut marut penyelenggaraan atau tata kelola angkutan logistik di Indonesia.

Sebelumnya, pada hari Minggu pagi (5/1/2025) lalu, sebuah truk tak kuat menanjak di Tol Cipularang KM 97. Akibatnya, truk itu justru bergerak mundur dan menghantam kendaraan di belakangnya. Jasa Marga mengatakan kecelakaan ini melibatkan enam kendaraan yang terdiri dari satu truk, dua bus dan tiga mini bus. 

MTI mendesak pemerintah harus segera mengambil langkah nyata dan terukur dalam meningkatkan keselamatan transportasi darat. Jika masalah ini terus diabaikan, masyarakat akan terus hidup dalam kecemasan dan harus mempertaruhkan nyawa setiap kali menggunakan moda transportasi darat. Tidak perlu menunggu ada pejabat atau keluarga pejabat yang menjadi korban, sudah banyak nyawa hilang, sehingga harus segera dibenahi.

Dia pun meminta, anggaran program keselamatan di Kemenhub jangan sampai dikurangi apalagi dipangkas.

"Harapan kami agar anggaran keselamatan transportasi tidak ikut dipangkas. Begitu rumitnya persoalan angkutan logistik, mohon Bapak Presiden dapat membentuk Satgas Darurat Keselamatan Transportasi Darat (dengan Ketua dari TNI), mencontoh penanganan Covid 19 yang ditetapkan melalui Inpres. Perlu harmonisasi penegakan hukum (Gakkum)," katanya.

Djoko mengutip riset KNKT 2024, faktor risiko penyebab terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas, sebanyak 84% terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan diantaranya oleh kondisi pengemudi yang tidak siap, serta tidak menguasai kendaraan, atau pun kondisi dari sarananya (kendaraan) itu sendiri. Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat.

"Beberapa kejadian kecelakaan sejak tahun 2015 hingga sekarang, terutama yang melibatkan angkutan umum baik angkutan orang maupun angkutan barang, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi antara lain kondisi kendaraan yang kurang laik, faktor kelelahan pengemudi, faktor kesehatan pengemudi, serta faktor pembinaan dan penindakan," tulis Djoko.

Salah satu alasan belum ketatnya pengaturan ODOL karena kekhawatiran pada kenaikan inflasi. Padahal Pasal 184 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menentukan tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum. Liberalisasi angkutan barang yang semua diserahkan ke mekanisme pasar perlu ditinjau ulang.

Di negara maju mekanisme pasar berjalan, namun masih ada norma-norma batasan, seperti aturan teknis keselamatan kendaraan, regulasi pengemudi dan lain-lain yang dijalankan secara ketat. Liberalisasi hanya pada pengenaan tarif dengan tetap memenuhi standar.

"Di Indonesia, liberalisasi di sisi tarif, sementara standar keselamatan dan norma-norma lainnya diabaikan demi kata efisiensi pergerakan biaya. Hal ini tidak bisa dibiarkan seperti ini, pasti aspek keselamatan yang dikorbankan dan kecelakaan yang sama akan berulang," tulis Djoko.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pesawat Jatuh & Meledak, Hantam Perumahan di Philadelphia, AS

Next Article Pencairan Anggaran Numpuk di Akhir Tahun, APBN Bisa Tekor Lebih Banyak

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|