Tata Ulang Bisnis BBM, Pengamat: Seimbangkan Kepentingan Usaha Swasta dan Kontrol Negara

2 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah dalam menetapkan alokasi tambahan sebesar 10 persen menjadi 110 persen bagi kouta bahan bakar minyak (BBM) swasta serta menjalin kolaborasi dengan PT Pertamina (persero) pada 2025, dinilai sejumlah kalangan sebagai langkah tepat dan sesuai koridor regulasi untuk meredam gangguan pasokan.

Pengamat energi melihat penetapan alokasi tambahan itu sebagai respons yang proporsional terhadap kelangkaan yang sempat dilaporkan di beberapa SPBU swasta.

“Ya, ya (sudah) betul. Ini mungkin karena ada kebijakan resiprokal dengan negara-negara yang punya SPBU asing itu. Kita bisa saja menerima, tetapi dengan pengaturan (oleh pemerintah) saya kira sudah cukup bagus,” ujar Marwan Batubara, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) yang dikutip Kamis (18/9/2025).

Marwan menegaskan, langkah administratif berupa alokasi tambahan juga didukung oleh pijakan konstitusional. “Ini menjadi pijakan pemerintah dalam tata kelola kuota BBM untuk SPBU swasta”, kata Marwan.

Ia mengingatkan, Pasal 33 UUD 1945 menempatkan pengaturan cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak sebagai urusan negara.

Menurut Marwan, langkah yang diambil pemerintah penting untuk menegaskan aspek pengendalian dan kepastian hukum. Penetapan ini memberi ruang bagi operator swasta untuk menambah pasokan, namun tetap melalui mekanisme pengawasan dan rekomendasi kementerian.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan soal penetapan alokasi serrta menampik klaim adanya pembatasan kuota dan menyampaikan mekanisme mitigasi jika pasokan masih kurang.

“Kalau tahun 2024 Perusahaan A mendapat 1 juta kiloliter, tahun ini kita beri 1 juta 100 ribu kiloliter. Kalau masih ada kekurangan, kita minta kolaborasi dengan Pertamina. Karena ini terkait hajat hidup orang banyak. Cabang-cabang industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu tetap harus dikontrol oleh negara. Supaya semuanya baik,” jelas Bahlil.

Dari sisi regulasi, penetapan alokasi tambahan tersebut berjalan menurut kerangka hukum yang ada, termasuk ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Di dalamnya, ada prosedur perizinan dan rekomendasi yang mengatur pelaksanaan impor BBM oleh badan usaha sehingga penetapan alokasi tetap berada dalam mekanisme pengawasan kementerian.

Para pengamat menilai kombinasi antara kepastian alokasi (110 persen), landasan konstitusional, dan mekanisme perizinan akan membantu menjaga ketersediaan bahan bakar bagi masyarakat tanpa mengabaikan kontrol negara atas sektor strategis.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|