Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank menilai ekonomi negara-negara berkembang yang menyumbang 60% pertumbuhan global diproyeksikan akan mengalami tekanan pada 2025. Laporan Global Economic Prospects mencatat ekonomi negara maju akan mengakhiri kuartal pertama awal abad ke-21 dengan prospek pertumbuhan jangka panjang terlemah sejak tahun 2000.
Laporan Bank Dunia ini bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2,7% pada 2025 dan stagnan pada 2026. Dengan perkiraan terbaru ini, maka disimpulkan ekonomi dunia akan mengalami stagnasi.
"Ekonomi global diproyeksikan akan tumbuh sebesar 2,7% pada tahun 2025 dan 2026, dengan kecepatan yang sama seperti pada tahun 2024, karena inflasi dan suku bunga menurun secara bertahap," tulis Bank Dunia dalam rilisnya, Jumat (17/1/2025).
Bank Dunia juga melihat pertumbuhan di negara-negara berkembang juga diperkirakan akan tetap stabil di sekitar 4% selama dua tahun ke depan. Namun, ini akan menjadi kinerja yang lebih lemah daripada sebelum pandemi dan tidak cukup untuk mendorong kemajuan yang diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas.
Dalam laporan, Bank Dunia juga menemukan menemukan bahwa, selama dekade pertama, ekonomi negara berkembang tumbuh paling cepat sejak tahun 1970-an.
Namun, kemajuan itu surut setelah Krisis Keuangan Global tahun 2008-09. Integrasi ekonomi global tersendat: sebagai bagian dari PDB, arus masuk investasi asing langsung (FDI) ke negara berkembang berada pada sekitar setengah dari level awal tahun 2000-an.
Pembatasan perdagangan global baru pada tahun 2024 meningkat lima kali lipat dari rata-rata tahun 2010-2019. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menurun-dari 5,9% pada tahun 2000-an menjadi 5,1% pada tahun 2010-an menjadi 3,5% pada tahun 2020-an.
Sejak tahun 2014, dengan pengecualian Tiongkok dan India, rata-rata tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita di negara berkembang setengah poin persentase lebih rendah daripada di negara maju, yang memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin.
Beban Berat Negara Berkembang
Dengan demikian, Bank Dunia melihat beban besar bagi negara berkembang pada 25 tahun mendatang.
"25 tahun ke depan akan menjadi perjuangan yang lebih berat bagi negara-negara berkembang dibandingkan 25 tahun terakhir," kata Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior untuk Ekonomi Pembangunan Grup Bank Dunia.
"Sebagian besar kekuatan yang pernah membantu kebangkitan mereka telah menghilang. Sebagai gantinya, muncul hambatan yang menakutkan: beban utang yang tinggi, pertumbuhan investasi dan produktivitas yang lemah, dan meningkatnya biaya perubahan iklim," sambung Gill.
Dia melihat dalam beberapa tahun mendatang, negara-negara berkembang akan membutuhkan buku pedoman baru yang menekankan reformasi domestik untuk mempercepat investasi swasta, memperdalam hubungan perdagangan, dan mempromosikan penggunaan modal, bakat, dan energi yang lebih efisien.
Meski demikian, Bank Dunia menegaskan negara-negara berkembang lebih penting bagi ekonomi global dibandingkan pada awal abad ini.
"Mereka menyumbang sekitar 45% dari PDB global, naik dari 25% pada tahun 2000. Saling ketergantungan mereka juga telah tumbuh: lebih dari 40% ekspor barang mereka ditujukan ke negara-negara berkembang lainnya, dua kali lipat dari porsi pada tahun 2000," ungkap laporan Bank Dunia.
Negara-negara berkembang juga telah menjadi sumber penting aliran modal global, remitansi, dan bantuan pembangunan bagi negara-negara berkembang lainnya: antara tahun 2019 dan 2023, mereka menyumbang 40% dari remitansi global-naik dari 30% pada dekade pertama abad ini.
Akibatnya, Bank Dunia melihat ekonomi-ekonomi ini sekarang memiliki pengaruh yang lebih besar pada pertumbuhan dan hasil pembangunan di negara-negara berkembang lainnya.
Misalnya, peningkatan 1 poin persentase dalam pertumbuhan PDB dari tiga negara berkembang terbesar-Tiongkok, India, dan Brasil-cenderung menghasilkan peningkatan PDB kumulatif hampir 2% di negara-negara berkembang lainnya setelah tiga tahun.
"Namun, efek tersebut hanya sekitar setengah dari efek pertumbuhan di tiga negara ekonomi terbesar: Amerika Serikat, kawasan euro, dan Jepang. Singkatnya, kesejahteraan ekonomi negara berkembang masih sangat terkait dengan pertumbuhan di tiga negara maju besar," ungkap Bank Dunia.
M. Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia dan Direktur Prospects Group, mengatakan di dunia yang dibentuk oleh ketidakpastian kebijakan dan ketegangan perdagangan, negara berkembang akan membutuhkan kebijakan yang berani dan berjangkauan luas untuk memanfaatkan peluang yang belum dimanfaatkan untuk kerja sama lintas batas.
Awal yang baik adalah mengejar kemitraan perdagangan dan investasi strategis dengan pasar negara berkembang lainnya yang berkembang pesat. Memodernisasi infrastruktur transportasi dan menstandardisasi proses bea cukai merupakan langkah penting untuk memangkas biaya yang tidak perlu dan mendorong efisiensi perdagangan yang lebih besar.
"Akhirnya, kebijakan ekonomi makro yang baik di dalam negeri akan memperkuat kapasitas mereka untuk menavigasi ketidakpastian prospek global," ungkapnya.
Bank Dunia meyakini selama dua tahun ke depan, ekonomi berkembang dapat menghadapi hambatan serius. Ketidakpastian kebijakan global yang tinggi dapat melemahkan kepercayaan investor dan membatasi arus pembiayaan.
Meningkatnya ketegangan perdagangan dapat mengurangi pertumbuhan global. Inflasi yang terus-menerus dapat menunda penurunan suku bunga yang diharapkan.
Namun ekonomi global juga dapat berjalan lebih baik dari yang diharapkan-terutama jika penggerak terbesarnya, Amerika Serikat dan Tiongkok, berhasil mendapatkan tenaga.
Di Tiongkok, langkah-langkah stimulus tambahan dapat meningkatkan permintaan. Di Amerika Serikat, belanja rumah tangga yang kuat dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih kuat dari yang diharapkan, dengan efek menguntungkan bagi ekonomi berkembang. Laporan Bank Dunia juga berpendapat bahwa ekonomi berkembang memiliki banyak pilihan untuk meningkatkan prospek pertumbuhan mereka, meskipun ada hambatan.
"Dengan kebijakan yang tepat, negara-negara ini bahkan dapat mengubah beberapa tantangan menjadi peluang yang signifikan. Memenuhi kebutuhan infrastruktur, mempercepat transisi iklim, dan meningkatkan sumber daya manusia dapat meningkatkan prospek pertumbuhan sekaligus membantu mencapai tujuan iklim dan pembangunan," tulis Bank Dunia.
Sementara itu, Bank Dunia menyarankan agar semua negara harus bekerja sama untuk memperkuat tata kelola perdagangan global, dengan dukungan lembaga multilateral.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 2025 Tak Akan Mudah Bagi Negara Berkembang, Ini Alasannya!
Next Article Dunia Kacau Balau, 108 Negara Berpotensi Sulit Jadi Negara Maju!