Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan di Laut China Selatan antara Filipina dan China kembali memuncak. Pemerintah tetangga RI itu mengajukan protes resmi terkait kehadiran kapal penjaga pantai, milisi, dan angkatan laut Beijing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negaranya.
Protes ini berkaitan dengan keberadaan dua kapal penjaga pantai China pada 5 dan 10 Januari di sekitar karang Scarborough, yang salah satunya adalah kapal sepanjang 165 meter yang oleh Filipina disebut sebagai "monster". Selain itu, helikopter angkatan laut China juga dilaporkan dikerahkan di area tersebut.
"Tindakan eskalatif yang dilakukan oleh kapal dan pesawat China ini mengabaikan hukum Filipina dan hukum internasional," ujar dewan maritim nasional Filipina, sebuah kelompok antar lembaga yang bertugas melindungi kepentingan negara di laut, dilansir Reuters, Senin (13/1/2025).
"China harus mengarahkan kapal-kapalnya untuk menghentikan tindakan ilegal yang melanggar hak-hak kedaulatan Filipina di ZEE-nya," tambah dewan tersebut dalam sebuah pernyataan.
Kedutaan Besar China di Manila belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar. Adapun China mengeklaim karang Scarborough sebagai wilayahnya dan menuduh Filipina melanggar batas wilayah mereka.
Ketegangan antara China dan Filipina, yang merupakan sekutu Amerika Serikat, meningkat dalam 2 tahun terakhir dengan seringnya terjadi konfrontasi antara penjaga pantai kedua negara di Laut Cina Selatan, yang hampir seluruh wilayahnya diklaim oleh China.
Pernyataan Filipina ini muncul beberapa jam setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengadakan pertemuan virtual dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba untuk membahas perilaku Tiongkok di Laut Cina Selatan.
Klaim China yang luas tersebut bertabrakan dengan ZEE dari Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Perairan yang disengketakan ini merupakan jalur pelayaran strategis di mana sekitar US$3 triliun perdagangan tahunan bergerak melaluinya.
Sebuah putusan dari tribunal arbitrase internasional pada tahun 2016 menyatakan bahwa klaim China, yang didasarkan pada peta historis mereka, tidak memiliki dasar menurut hukum internasional. Namun, keputusan ini tidak diakui oleh China.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini: