Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana penerapan wajib sertifikasi halal bagi rumah potong unggas (RPHU) dan pedagang ayam di pasar tradisional yang semula dijadwalkan mulai Oktober 2024 resmi diundur. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyebut tenggat waktu bagi pelaku usaha skala kecil, termasuk pedagang pasar, direlaksasi hingga tahun 2026 mendatang.
Penyesuaian ini dilakukan untuk memberi waktu persiapan yang lebih memadai bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Kita relaksasikan ke Oktober 2026 untuk UMKM," kata Deputi Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal BPJPH Chuzaemi Abidin saat ditanya perkembangan terbaru mengenai aturan tersebut, ditemui di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Namun, relaksasi ini tidak berlaku bagi pelaku usaha menengah dan besar. "Di PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 42 Tahun 2024 itu, untuk pelaku menengah besar sudah mandatori atau wajib," tegasnya.
Chuzaemi mengatakan, fokus pemerintah saat ini adalah pada produk hulu, terutama sertifikasi halal pada proses penyembelihan. Hal ini mencakup rumah potong hewan ruminansia dan unggas.
"Kalau hulunya sudah clear terkait halal, ya mudah-mudahan sampai ke produksinya juga sudah clear," ucap dia.
Dia pun tak menampik bahwa saat ini memang masih banyak rumah potong hewan, baik ruminansia maupun unggas, yang belum mengantongi sertifikat halal.
"Target kita 2025-2026. Kita juga sinergi dengan Kementerian Pertanian karena di sana ada sertifikasi NKV (Nomor Kontrol Veteriner), yang standarnya cukup berat," jelasnya.
Foto: Memasuki hari ke delapan bulan puasa Ramadan, para pedagang serempak mematok harga ayam per ekornya untuk ukuran besar Rp 40.000/ekor, ukuran sedang Rp 35.000/ekor, dan ukuran kecil Rp 30.000/ekor. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Memasuki hari ke delapan bulan puasa Ramadan, para pedagang serempak mematok harga ayam per ekornya untuk ukuran besar Rp 40.000/ekor, ukuran sedang Rp 35.000/ekor, dan ukuran kecil Rp 30.000/ekor. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Lebih jauh, Chuzaemi mengatakan bahwa pemerintah saat ini mulai fokus pada juru sembelih halal (juleha) di pasar-pasar tradisional. Para pedagang yang biasa memotong ayam sendiri akan diberikan pelatihan dan sertifikat kompetensi sebagai juleha.
"Kita ingin menggalakkan juleha dulu nih. Kalau dia menyembelih sesuai syariat, insyaallah halal, walaupun belum punya NKV," ujarnya. Adapun program pelatihan ini akan dimulai pada 29 Mei 2025 besok.
Pemerintah daerah, katanya, juga diminta aktif melatih pedagang ayam di pasar. "Ayo dong, latih juleha-juleha supaya pemotongannya benar-benar sesuai syariat Islam. Ini untuk melindungi mayoritas umat Islam di Indonesia," tegas Chuzaemi.
Menanggapi pertanyaan apakah pedagang ayam di pasar bisa menggunakan skema self-declare untuk menyatakan kehalalan produknya, dia menegaskan, hal itu tidak bisa dilakukan.
"Kalau titik kritisnya tinggi, seperti daging, nggak bisa self-declare. Harus ditelusur, RPH mana, siapa yang menyembelih, bagaimana cara menyembelihnya," paparnya.
Maka dari itu, pelatihan dan sertifikasi juleha menjadi solusi utama bagi pedagang ayam yang memotong sendiri di pasar. "Dia harus punya sertifikat sebagai juru sembelih halal," tandasnya.
Dengan begitu, para pedagang diberikan waktu dan dukungan untuk bertransformasi menuju praktik yang sesuai dengan standar halal nasional.
"Target kita, sampai 2026 semuanya sudah sertifikasi halal," pungkasnya.
(wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: BPJPH Temukan 9 Produk Mengandung Babi di Pasaran
Next Article Mantap! Pertamina Fasilitasi Sertifikasi Halal & HaKI ke UMKM