Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa seluruh truk berukuran sedang dan berat yang diimpor ke negaranya akan dikenakan tarif sebesar 25% mulai 1 November 2025.
Keputusan ini, menurutnya, merupakan bagian dari upaya "melindungi produsen Amerika dari persaingan tidak adil di luar negeri" serta mendukung produsen seperti Peterbilt dan Kenworth milik Paccar, serta Freightliner milik Daimler Truck.
Langkah ini memperluas pengumuman sebelumnya pada September, ketika Trump menyebut bahwa truk berat impor akan dikenakan bea masuk baru atas alasan keamanan nasional mulai 1 Oktober. Kini, kebijakan tersebut diperluas dan diperjelas dengan tarif pasti sebesar 25%.
Kebijakan ini diperkirakan akan memukul negara-negara mitra dagang utama AS, termasuk Meksiko, Kanada, Jepang, Jerman, dan Finlandia, yang menjadi lima pemasok truk terbesar ke pasar Amerika.
Kamar Dagang AS sebelumnya telah meminta Departemen Perdagangan agar tidak menerapkan tarif baru tersebut. "Kelima negara ini adalah sekutu atau mitra dekat Amerika Serikat dan tidak menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional AS," tulis lembaga itu dalam pernyataannya.
Berdasarkan data resmi pemerintah, impor truk menengah dan berat dari Meksiko telah meningkat tiga kali lipat sejak 2019, mencapai sekitar 340.000 unit pada tahun ini. Meksiko sendiri merupakan eksportir terbesar kendaraan jenis ini ke AS.
Dalam perjanjian dagang USMCA (pengganti NAFTA), truk menengah dan berat seharusnya bebas bea masuk jika setidaknya 64% dari nilai kendaraan berasal dari Amerika Utara, baik dari komponen seperti mesin dan as roda, bahan baku seperti baja, maupun tenaga kerja perakitan.
Namun, dengan tarif baru yang diberlakukan secara menyeluruh, status bebas tarif tersebut bisa terdampak, terutama jika komponen non-Amerika digunakan dalam porsi signifikan.
Beberapa perusahaan besar langsung bereaksi terhadap kebijakan baru Trump. Stellantis, perusahaan induk Chrysler, yang memproduksi truk berat Ram dan van komersial di Meksiko, disebut tengah melobi Gedung Putih agar kebijakan ini tidak diberlakukan secara drastis.
Sementara itu, Volvo Group dari Swedia, yang sedang membangun pabrik truk senilai US$700 juta di Monterrey, Meksiko, dengan rencana beroperasi pada 2026, juga berpotensi terdampak oleh tarif tersebut.
Menurut data U.S. International Trade Administration, Meksiko saat ini memiliki 14 produsen dan perakit bus, truk, dan traktor-truk, serta dua produsen mesin yang memasok sebagian besar pasar Amerika Utara.
Pemerintah Meksiko secara resmi menentang kebijakan tarif baru ini. Dalam pernyataan kepada Departemen Perdagangan AS pada Mei lalu, Meksiko menegaskan bahwa "semua truk yang diekspor ke Amerika Serikat rata-rata mengandung 50% komponen buatan AS, termasuk mesin diesel."
Tahun lalu saja, AS mengimpor suku cadang kendaraan berat senilai hampir US$128 miliar dari Meksiko, atau sekitar 28% dari total impor suku cadang kendaraan AS.
Kebijakan baru ini juga menimbulkan ketidakpastian dalam penerapan perjanjian dagang AS dengan Jepang dan Uni Eropa, di mana sebelumnya disepakati tarif 15% untuk kendaraan ringan. Masih belum jelas apakah truk besar akan dikenai tarif yang sama atau masuk dalam kategori terpisah dengan tarif 25%.
Selain itu, pemerintah AS masih mengizinkan produsen untuk mengurangi nilai komponen dalam negeri dari tarif yang dibayar atas kendaraan ringan yang dirakit di Kanada dan Meksiko, namun belum ada kepastian apakah aturan serupa akan berlaku bagi kendaraan berat.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kena Tarif Trump 32%, Ekonom: Tak Perlu Khawatir