Trump Mau Rebut Pangkalan Bagram, Jadi Invasi Kedua AS ke Afghanistan?

4 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana ambisius Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merebut kembali pangkalan udara Bagram di Afghanistan memicu kontroversi dan peringatan serius dari para pejabat serta mantan pejabat pertahanan AS. Upaya tersebut dinilai berpotensi menyerupai invasi ulang, membutuhkan lebih dari 10.000 tentara, sistem pertahanan udara canggih, serta operasi logistik besar-besaran.

Dalam pernyataannya kepada wartawan saat kunjungan ke London pada Kamis (18/9/2025), Trump menekankan arti strategis Bagram yang ditutup AS ketika menarik pasukannya dari Afghanistan pada 2021.

"Kami ingin pangkalan itu kembali. Lokasinya sangat strategis, hanya satu jam dari tempat China membuat senjata nuklir," kata Trump, dilansir Reuters.

Bagram selama dua dekade perang pascaserangan 11 September 2001 pernah menjadi pusat operasi militer AS di Afghanistan. Pangkalan tersebut dilengkapi fasilitas layaknya kota kecil, mulai dari restoran cepat saji seperti Burger King dan Pizza Hut, toko elektronik, hingga kompleks penjara besar.

Trump bukan pertama kali menyuarakan keinginannya menguasai aset strategis di luar negeri. Sebelumnya, ia pernah menyinggung hasrat AS untuk "memiliki" wilayah seperti Terusan Panama hingga Greenland.

Fokusnya pada Bagram, menurut pengamat, telah berlangsung sejak lama. Ia bahkan menyiratkan kemungkinan "persetujuan" dengan Taliban, meski bentuk kesepakatan tersebut belum jelas.

Namun, para pejabat pertahanan menilai rencana itu tidak realistis. Seorang pejabat AS yang enggan disebutkan namanya menegaskan bahwa rencana tersebut akan terlalu rumit.

"Tidak ada perencanaan aktif untuk merebut kembali Bagram. Upaya seperti itu akan menjadi operasi besar yang sangat rumit," tuturnya.

Ia memperkirakan puluhan ribu tentara harus dikerahkan untuk merebut, mengamankan, dan mempertahankan wilayah sekitar pangkalan dari ancaman serangan roket.

"Bahkan setelah pasukan AS menguasai Bagram, menjaga perimeter yang luas agar tidak dimanfaatkan untuk meluncurkan serangan adalah tantangan besar. Saya tidak melihat bagaimana ini bisa terjadi secara realistis," ujarnya.

Ancaman terhadap pangkalan itu bukan hanya datang dari dalam negeri Afghanistan. Kelompok militan seperti ISIS dan al Qaeda diperkirakan akan menargetkan kembali kehadiran militer AS. Selain itu, serangan rudal dari Iran juga menjadi risiko nyata, mengingat Teheran pernah menyerang pangkalan besar AS di Qatar pada Juni lalu setelah fasilitas nuklirnya dihantam.

Seorang mantan pejabat senior pertahanan AS bahkan meragukan nilai strategis Bagram. "Saya tidak melihat keuntungan militer signifikan berada di sana. Risiko jauh lebih besar daripada manfaat," ujarnya, merespons klaim Trump soal kedekatan pangkalan itu dengan wilayah China.

Trump juga menggunakan isu Bagram untuk mengkritik pemerintahan Presiden Joe Biden. Ia menyebut Biden telah "menyerahkan" pangkalan itu, meski faktanya, perjanjian yang ditandatangani Trump dengan Taliban pada Februari 2020 mengharuskan penarikan seluruh pasukan internasional dari Afghanistan.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Isi Pidato Lengkap Trump Usai Hancurkan Pusat Nuklir Iran

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|