Trump Presiden AS Lagi, Ini Nasib Perang-Perang Besar di Dunia

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Donald Trump akan kembali dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), Senin, 20 Januari mendatang. Ia dilantik setelah berhasil memenangkan Pemilu AS November lalu melawan Wakil Presiden (Wapres) petahana, Kamala Harris.

Dilantiknya Trump terjadi saat eskalasi geopolitik di dunia masih terus berlangsung. Tercatat, ada dua perang besar yang masih terjadi, yakni Israel dan milisi Gaza Palestina, Hamas dan Rusia-Ukraina.

Lalu, bagaimana masa depan kedua eskalasi tersebut? Berikut penjabarannya.

Israel-Gaza dan Normalisasi Tel Aviv-Arab

Donald Trump adalah tokoh kunci yang memainkan peranan besar dalam lanskap geopolitik Israel saat menjadi presiden pada 2017-2021 lalu. Ia memainkan peranan dalam membentuk Abraham Accord, yang membuat perjanjian yang menormalisasi hubungan Israel dengan sejumlah negara Arab seperti, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

Trump, juga dikenal merupakan tokoh yang dekat dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu. Ia bahkan sempat memindahkan Kedutaan AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, sesuai dengan keinginan tokoh sayap kanan Negeri Zionis yang ingin menjadikan kota itu sebagai ibu kotanya.

Pasca kesepakatan perdamaian Israel dan Hamas, yang baru diselesaikan pada Rabu lalu, Trump sendiri mengaku 'sangat gembira' dengan kesepakatan itu seraya menyatakan timnya akan 'terus bekerja sama erat dengan Israel dan sekutu kami' untuk memastikan Gaza bebas teror, memperluas perdamaian Timur Tengah (Timteng).

Mengutip Reuters dan laman Times of Israel, ia bahkan sesumbar akan menggunakan momentum itu untuk memperluas kesepakatan Abraham Accords.

"Dengan kesepakatan ini, tim Keamanan Nasional saya, melalui upaya Utusan Khusus untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, akan terus bekerja sama dengan Israel dan sekutu kami untuk memastikan Gaza TIDAK PERNAH lagi menjadi tempat berlindung yang aman bagi teroris," tulis Trump di platform Truth Social miliknya, dikutip Kamis (16/1/2025).

"Kami akan terus menggalakkan PERDAMAIAN MELALUI KEKUATAN di seluruh kawasan, seraya kami membangun momentum gencatan senjata ini untuk lebih memperluas Perjanjian Abraham yang bersejarah," imbuhnya.

"Perjanjian gencatan senjata EPIC ini hanya dapat terjadi sebagai hasil dari Kemenangan Bersejarah kita pada bulan November, karena hal itu memberi isyarat kepada seluruh Dunia bahwa Pemerintahan saya akan mencari Perdamaian dan menegosiasikan kesepakatan untuk memastikan keselamatan semua orang Amerika, dan Sekutu kita," lanjut Trump.

Trump sendiri masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mewujudkan impiannya untuk menormalisasi hubungan Israel-Arab. Hal itu adalah terkait membangun hubungan diplomatik antara Israel dengan patron Timur Tengah, Arab Saudi.

Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan telah berulang kali menekankan bahwa "normalisasi dan stabilitas sejati hanya akan terwujud dengan memberikan Palestina sebuah negara". Menurut sumber, beberapa pemerintah Arab kini memang menunggu untuk melihat apakah Trump akan menghidupkan kembali upaya normalisasi itu, termasuk kesepakatan Israel-Saudi.

"Ajudan Trump melakukan lebih banyak hal untuk memengaruhi perdana menteri (Israel Benjamin Netanyahu) dalam satu kali pertemuan daripada yang dilakukan Presiden Joe Biden yang akan lengser sepanjang tahun," tulis The Times of Israel merujuk dua pejabat Arab.

Perang Rusia-Ukraina

Trump merupakan kritikus Presiden petahana AS Joe Biden atas kebijakan Washington yang membantu Ukraina dalam perangnya bersama Rusia. Ia berulang kali menyebutkan bahwa hal ini hanyalah merugikan AS, dengan dana besar yang terus digelontorkan agar Kyiv mampu mempertahankan kedaulatannya yang diambil Moskow.

Di sisi lain, Trump mengaku mengagumi Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menyebut Putin sebagai figur yang sangat cerdas dan berbeda jauh dengan Biden, yang dianggapnya mengambil sejumlah kebijakan yang cacat dalam perang.

Sesaat terpilih menjadi Presiden AS, Trump telah berjanji untuk menyelesaikan konflik ini dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. Meski begitu, belum ada pernyataan resmi dari pihaknya terkait bagaimana akan menyelesaikan konflik berdarah yang terjadi sejak Februari 2022 itu.

Menanggapi pernyataan Trump, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov baru-baru ini buka suara. Menurutnya, pihak Moskow memuji niat Trump dan anggota pemerintahannya untuk upaya mengatasi akar penyebab konflik Ukraina. Menurutnya, ini merupakan sesuatu yang perlu dipuji.

"Fakta bahwa situasi nyata di lapangan kini lebih sering disebutkan patut dipuji. Pernyataan Trump secara efektif merupakan pertama kalinya seorang pemimpin besar Barat secara jujur mengakui bahwa NATO telah berulang kali berbohong saat menandatangani berbagai dokumen dengan Moskow untuk terus memperluas wilayah ke perbatasan Rusia," pungkasnya.

Lebih lanjut, Lavrov menilai bahwa pihaknya belum menerima proposal konkret dari Trump terkait perdamaian Rusia-Ukraina. Namun, pihaknya terus terbuka untuk berkomunikasi menuju perdamaian.

"Meskipun Rusia belum menerima inisiatif khusus apa pun dari pihak Amerika, Rusia akan terbuka untuk mempelajari setiap proposal guna menyelesaikan konflik setelah Trump menjabat akhir bulan ini."


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Mau Caplok Kanada Hingga Panama, RI Aman?

Next Article Elon Musk Bagi-Bagi Rp15 M, Ini Syaratnya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|