Tuntut Pengembalian Aset yang dirampas Inggris, Trah Sultàn HB II Siapkan Gugatan Internasional

16 hours ago 1

Aset manuskrip milik Sultan Hamengku Buwono II yang dirampas Inggris pada peristiwa Geger Sapehi 1812.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Trah Sultan Hamengkubuwono II melalui Yayasan Vasatii Socaning Lokika mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto untuk bekerjasama dengan Inggris dalam hal Kemitraaan Strategis diantaranya kerjasama di bidang Pendidikan, Ekonomi dan Maritim.

Namun, Trah Sultan Hamengkubuwono II berharap, Presiden Prabowo Subianto juga dapat meminta pihak Inggris untuk bertanggung jawab serta mengembalikan manuskrip naskah asli bukan digital dan aset milik Sultan Hamengkubuwono II yang dirampas saat peristiwa Geger Sepehi 1812.

Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika, yang juga merupakan Trah Sultàn Hamengkubuwono II, Fajar Bagoes Poertranto mengatakan pihaknya meminta Inggris segera mengembalikan 7.500 manuskrip dalam bentuk naskah asli dan aset aset milik Sultan Hamengkubuwono II .

"Kami mengapresiasi penyerahan 75 dan 120 manuskrip dalam bentuk digital oleh Inggris ke keraton Yogyakarta, tapi kami meminta fisik aslinya serta hak kepemilikannya," katanya menambahkan,.

Fajar Bagoes Poetranto juga menegaskan pihaknya meminta Inggris untuk meminta maaf secara resmi kepada anak dan keturunan Sultan Hamengkubuwono II atas peristiwa Geger Sepehi 1812.

Ia juga meminta proses pengembalian manuskrip dan ase aset harus melibatkan Trah Sultan Hamengkubuwono II untuk memastikan dengan kesesuaian bukti bukti yang dimiliki serta dilakukan dengan penghormatan tertinggi terhadap sejarah dan keabsahan kultural. Ia menambahkan bahwa peristiwa geger sepehi adalah masalah yang menyentuh ranah keluarga kerajaan dan warisan leluhur Keraton Yogyakarta.

"Jika serangkaian tuntutan pertanggungjawaban geger sepehi 1812 Trah Sultan Hamengkubuwono II dalam proses ini tidak diindahkan oleh Inggris, langkah hukum yang lebih tegas siap kami ambil," kata Fajar Bagoes Poetranto.

Fajar Bagoes Poetranto mengungkapkan gugatan ke Mahkamah Internasional akan segera dilakukan. Ultimatum ini menandakan keseriusan pihaknya untuk menempuh segala jalur, termasuk jalur hukum tertinggi, demi mengembalikan warisan intelektual bangsa. Gugatan ini akan didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional mengenai penjarahan benda budaya pada masa konflik dan hak suatu bangsa atas warisan budayanya.

"Tuntutan ini menjadi penekanan bahwa era negosiasi berkepanjangan harus berakhir,Inggris dihadapkan pada pilihan mendesak beritikad baik untuk bertanggung jawab atas peristiwa geger sepehi 1812 atau menghadapi konsekuensi hukum dan diplomatik di panggung dunia," ujarnya.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|