Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah fakta soal Megathrust di Indonesia diungkap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Megathrust adalah ancaman nyata Indonesia yang bisa memicu gempa dahsyat hingga tsunami.
Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa membeberkan sejumlah temuan dari risetnya soal Megathrust di Indonesia. Sebagian besar gempa Megathrust dan tsunami terjadi di sepanjang Sumatera, beberapa di Jawa, dan cukup banyak di Indonesia Timur.
Terdapat beberapa lokasi terlihat kosong yang sebenarnya bukan berarti tidak ada potensi tsunami, melainkan disebut sebagai 'seismic gap'. Artinya, sebuah area yang memungkinkan akan terjadinya gempa besar kapan saja.
"Hasil riset yang telah banyak dilakukan dapat berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko gempa. Megathrust beserta potensi gempanya adalah nyata, namun hal ini sebagai bagian dari fenomena alam yang harus dihadapi dengan adaptasi dan mitigasi," ungkap pernyataan Rahma dikutip CNBC Indonesia dari website BRIN, Sabtu (18/1/2025).
Secara harfiah Megathrust berarti patahan naik yang sangat besar. Indonesia, yang berada di atas ring of fire, memiliki wilayah yang luas dan rentan terhadap Megathrust.
"Gempa Megathrust pertama kali menjadi perhatian utama pada 2011, dengan semakin banyak riset yang dilakukan dan penerapan hasil riset yang berkembang. Upaya untuk menjembatani antara riset dan kebijakan sangat penting untuk membangun mitigasi terhadap Megathrust," tuturnya.
Foto: Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)
Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)
Rahma menambahkan, berdasarkan peta gempa 2017 yang sedang diperbarui dan diproyeksikan selesai pada akhir 2024, lokasi Megathrust di Indonesia umumnya terletak di sisi barat Sumatera hingga selatan Jawa.
"Bidang Megathrust ini seukuran Pulau Jawa. Bayangkan jika bergerak 20 meter secara serentak, goncangannya akan sangat besar," serunya.
Di selatan Jawa, Megathrust terbentang sepanjang 1.000 Km dengan bidang kontak selebar 200 Km, yang menghujam hingga kedalaman sekitar 60 km, dan terus mengakumulasi energi yang siap dilepas kapan saja.
"Di bawah Pulau Jawa, terdapat lempeng samudra Indo-Australia yang menghujam ke bawah selatan Jawa, sedangkan di atasnya ada lempeng kontinental. Pertemuan antara lempeng samudra dan lempeng kontinental inilah yang disebut bidang Megathrust," ungkap Rahma.
Lebih lanjut Rahma menjelaskan, dalam konsep bencana terdapat hal yang bisa dan tidak bisa dikontrol, seperti pergerakan bumi, dan pertumbuhan penduduk. Risiko bencana adalah fungsi dari bahaya dan kerentanan, yang dibagi dengan kapasitas atau kemampuan beradaptasi.
"Kerentanan ini berhubungan dengan eksposur atau pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko bencana dari potensi Megathrust, kapasitas adaptasi penduduk harus ditingkatkan. Jika hal ini tidak ditingkatkan, sementara kita sudah tahu akan adanya bencana tetapi tidak mengambil tindakan apa-apa, maka kapasitas kita rendah, dan ini akan meningkatkan risiko bencana," ujarnya.
Rahma menekankan pentingnya pemahaman yang baik tentang Megathrust untuk meningkatkan kapasitas adaptasi.
"Ancaman dari Megathrust terbagi menjadi ancaman primer seperti goncangan gempa permukaan dan surface rupture. Kemudian ada ancaman sekunder seperti tsunami, longsor, likuifaksi, dan kebakaran. Kita bisa hidup berdampingan dengan fenomena Megathrust, dan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Kita memang harus hidup bersama dengan megathrust, apalagi kita berada di negara kepulauan," pungkasnya.
(wur/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ramalan Jakarta "Digulung" Tsunami Hingga China Serang Taiwan
Next Article Tsunami Gulung Jakarta 2,5 Jam Usai Megathrust Selat Sunda Meledak