Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena panas ekstrem diperkirakan akan kembali melanda musim haji di tahun 2025 ini. Pada tahun lalu, fenomena tersebut menjadi salah satu faktor utama meninggalnya 1.300 jemaah haji.
Dalam laporan AFP, Rabu (15/1/2025), suhu melonjak hingga 51,8 derajat Celsius di kota suci Makkah Juni lalu saat 1,8 juta jemaah memenuhi satu dari lima rukun Islam. Pejabat Saudi mengatakan 83% dari korban tewas tidak memiliki izin haji resmi, karena itu tidak dapat mengakses fasilitas haji, termasuk tenda ber-AC.
Peneliti Pusat Penelitian Medis Internasional Raja Abdullah di Arab Saudi, Abderrezak Bouchama, mengatakan pihak berwenang pasti ingin menghindari terulangnya hal itu. Namun Riyadh belum merinci persiapan untuk haji tahun ini.
"Saya pikir mereka terutama akan mengurangi risiko jamaah haji ilegal. Saya pikir mereka telah belajar dari kesalahan mereka, jadi kita harus melihat tindakan seperti apa yang telah mereka ambil untuk itu," kata Bouchama.
"Langkah-langkah lain untuk mengurangi bahaya panas, seperti memperkenalkan sensor yang dapat dikenakan untuk mendeteksi tekanan panas dengan cepat, adalah proyek jangka panjang yang kemungkinan tidak akan diluncurkan pada bulan Juni."
Pihak berwenang sejauh ini telah melakukan tindakan mitigasi panas di tempat-tempat suci jauh sebelum kematian tahun lalu. Di dekat Ka'bah, ruangan ber-AC memungkinkan para peziarah untuk menyejukkan diri. Jalur yang dikendalikan suhu udara menghubungkan bukit Safa dan Marwa di dalam kompleks masjid.
Sejak 2023, jalan yang digunakan oleh para jamaah telah dilapisi dengan bahan pendingin berwarna putih. Hal ini menurut pejabat Saudi dapat menurunkan suhu aspal hingga 20%.
Para relawan juga mendistribusikan air dan payung serta menawarkan saran kepada para peziarah untuk menghindari hipertermia, sementara sistem penyemprotan dan pusat perbelanjaan ber-AC menyediakan bantuan sementara di antara waktu salat.
"AC adalah satu-satunya tindakan efektif untuk melindungi dari panas ekstrem," kata Bouchama, yang menyerukan agar unit pendingin bergerak disebarkan di antara para peziarah.
"Air minum membantu rehidrasi, tetapi itu tidak cukup. Anda harus keluar dari panas."
Puncak ibadah haji berlangsung selama lima hingga enam hari, sebagian besar di luar ruangan. Saudi sendiri telah mengalami sejumlah persoalan dalam pelaksanaan ibadah ini sejak 2015 lalu, ketika 2.300 jamaah wafat dalam prosesi lempar jumrah.
Karim Elgendy, seorang peneliti di lembaga pemikir Chatham House, menyebutkan bahwa Saudi harus lebih berfokus dalam mengendalikan panasnya cuaca, yang dapat berakhir mematikan.
"Tanggapan di masa lalu biasanya difokuskan pada peningkatan infrastruktur dan tindakan pengendalian massa. Berdasarkan pola ini, kami memperkirakan pihak berwenang akan menyelenggarakan haji 2025 dengan infrastruktur mitigasi panas yang ditingkatkan dan kemungkinan kontrol kapasitas yang lebih ketat."
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video :Prabowo Mau Ongkos Haji Turun - Trump Mau Caplok Terusan Panama
Next Article 'Neraka Bocor' Ancam Bumi, Orang Miskin Paling Menderita