Ya Ampun! Duit Orang Kelas Menengah RI Menipis-Pilih Beli Barang Murah

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri ritel sepanjang 2024 menghadapi tantangan besar. Daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah melemah, memaksa mereka mengubah pola belanja. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menjelaskan, kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja ritel dan pusat perbelanjaan.

"Kinerja industri usaha ritel pada tahun 2024 lalu berada dalam tekanan, terutama akibat melemahnya daya beli masyarakat, terutama yang dialami oleh kelas menengah bawah," ungkap Alphonzus kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).

Menurut Alphonzus, uang yang dipegang masyarakat kelas menengah bawah semakin terbatas, membuat mereka lebih selektif dalam berbelanja.

"Uang yang dipegang oleh masyarakat kelas menengah bawah relatif menjadi semakin sedikit, yang mengakibatkan menurunnya daya beli sehingga masyarakat kelas menengah bawah cenderung membeli barang ataupun produk yang memiliki harga satuan rendah atau kecil atau murah," ujarnya.

Situasi ini mendorong masyarakat mencari alternatif yang lebih murah, lanjut dia, termasuk membeli barang impor ilegal. Produk-produk ini dijual dengan harga sangat rendah karena tidak terkena pajak dan pungutan impor resmi. Akibatnya, industri manufaktur dalam negeri semakin terpuruk karena kalah bersaing dengan barang impor ilegal yang membanjiri pasar.

"Sebagaimana diketahui bersama, banyak diantaranya kondisi industri manufaktur semakin terpuruk karena maraknya barang dan produk impor ilegal," kata dia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh 4,94% sepanjang tahun, belanja sandang justru tertinggal jauh. Pengeluaran masyarakat untuk pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya hanya tumbuh 2,55%-jauh di bawah sektor transportasi dan komunikasi (6,56%) serta restoran dan hotel (6,53%).

Ini menunjukkan adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat. Mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk mobilitas dan pengalaman, seperti transportasi, komunikasi, wisata, dan kuliner, daripada membeli pakaian baru. Bahkan, hingga pertengahan tahun, pertumbuhan belanja pakaian masih stagnan di angka 1,7% sebelum naik tipis menjadi 2,55% pada kuartal IV-2024.

Di sisi lain, Alphonzus juga menyoroti kebijakan pembatasan impor yang diterapkan pemerintah berdampak pada kategori usaha sandang, khususnya bagi kelas menengah atas.

"Kondisi ini mendorong mereka untuk belanja langsung ke luar negeri karena pilihan produk fashion di dalam negeri menjadi terbatas," kata Alphonzus.

Meski begitu, katanya, pusat perbelanjaan tetap bisa bertahan karena tidak hanya bergantung pada sektor sandang. "Banyak kategori usaha lain yang tumbuh cukup baik pada 2024, sehingga secara keseluruhan, kinerja pusat perbelanjaan masih dalam kondisi cukup baik," tambahnya.

Namun, dengan daya beli masyarakat yang masih tertekan dan persaingan dengan produk impor ilegal yang semakin marak, pelaku industri ritel harus terus beradaptasi. Strategi harga yang kompetitif, inovasi produk, serta pengalaman berbelanja yang lebih menarik bisa menjadi kunci agar industri ritel tetap bertahan di tengah tantangan ekonomi yang ada.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jaya di Masa Lalu, Banyak Mal di Jakarta Sepi Bak "Kuburan"

Next Article Kelas Menengah RI Bikin Mal Sepi-Beli Barang Murah, Ini Biang Keroknya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|