Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan iklim di Bumi menjadi isu yang dikhawatirkan para ilmuwan. Tak heran sebanyak 15 ribu ilmuwan bersaksi bahwa dampak buruk dan bencana global sudah di depan mata.
Mereka menandatangani makalah terkait perubahan iklim, sekaligus meramalkan jadwal bencana global.
Melansir dari Futurism, para ilmuwan dari 161 negara mengungkapkan bahwa bencana global bisa terjadi pada akhir abad ini. Menurut para ilmuwan, kehidupan Bumi tengah terancam seiring dengan perubahan iklim yang makin cepat.
"Selama beberapa dekade, para ilmuwan secara konsisten memperingatkan masa depan yang ditandai dengan kondisi iklim ekstrem karena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang melepaskan gas rumah kaca berbahaya ke atmosfer," tulis makalah yang dipublikasikan Bioscience itu, dikutip Selasa (25/2/2025).
Peneliti pascadoktoral Oregon State University (OSU) dan salah satu penulis utama studi, Christopher Wolf, mengungkapkan sejumlah potensi Bumi di masa depan, termasuk risiko bencana kekurangan makanan dan air bersih.
Dalam studi tersebut, ada sejumlah data yang mengejutkan. Misalnya pada 2023, banyak rekor iklim pecah dengan margarin yang sangat besar. Salah satu yang dirujuk oleh para peneliti adalah terkait musim kebakaran hutan Kanada yang sangat aktif tahun ini. Kejadian tersebut menunjukkan titik kritis menuju rezim kebakaran baru.
Salah satu penulis penelitian, profesor kehutanan terkemuka di OSU, William Ripple, menyebutkan adanya pola yang mengkhawatirkan di 2023. Sebab, manusia hanya berbuat sedikit untuk melakukan perbaikan.
"Kami juga hanya menemukan sedikit kemajuan yang bisa dilaporkan terkait upaya umat manusia dalam memerangi perubahan iklim," kata Ripple dalam pernyataannya.
Namun, dampak besar lingkungan ini bukan hanya kesalahan pada industri bahan bakar fosil saja. Selain itu, ada pemerintah yang melakukan subsidi pada mereka menjadi salah satu penyebab efek tersebut.
Subsidi yang dikeluarkan di Amerika Serikat (AS) tahun 2021-2022 meningkat dua kali lipat, yakni dari US$531 triliun atau sekitar Rp 8,37 kuantiliun menjadi lebih dari US$ 1 triliun atau sekitar Rp16.370 triliun.
Demi mencegah bencana lebih lanjut, para peneliti menyarankan untuk beralih dari bahan bakar fosil. Selain itu juga memerangi konsumsi berlebih yang dilakukan oleh orang-orang kaya.
Lampu kuning kiamat Indonesia
PBB memberikan peringatan khusus untuk kawasan Asia, termasuk Indonesia juga termasuk digambarkan dalam bahaya. Pasalnya dampak pemanasan global dan perubahan iklim semakin menghantui wilayah Asia. Hal ini terungkap dari laporan lembaga PBB, Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang bertajuk State of the Climate in Asia 2023.
Laporan itu menganalisa bencana yang terjadi 2023 lalu. Mereka menyoroti bahwa laju percepatan indikator perubahan iklim utama seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut.
Asia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.
"Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita," kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, dikutip Minggu (23/2/2025).
WMO mencatat, banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai.
Perubahan frekuensi iklim dan tingkat keparahan peristiwa tersebut, berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat makhluk hidup tinggal.
Pada tahun 2023, total 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi dilaporkan di Asia, sebagaimana dilaporkan pula oleh Emergency Events Database. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung.
Panas ekstrem juga menjadi laporan lain. Meskipun risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.
"Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional. Sebagai contoh, topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar," jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana yang menjadi mitra dalam penyusunan laporan ini.
"Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa," ujarnya.
Sementara itu, dalam laporan yang sama juga dimuat bagaimana kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan data indikasi kenaikan air laut yang meliputi wilayah Indonesia.
Tercatat, banyak area mengindikasikan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.
Sebelumnya, kajian proyeksi USAID di 2016, menyebutkan kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Ini berarti terdapat 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggalnya.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Marak Pencurian Data, Begini Solusi Keamanan Super Canggih AMD
Next Article Banyak yang Takut, Ramal Trump Menang Tanda Malapetaka Umat Manusia