50% Kapasitas Pabrik Baja Nganggur, RI Dihantam Malapetaka Efek Trump

4 hours ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Ismail Mandry mengungkapkan, kebijakan tarif tinggi yang ditetapkan Amerika Serikat (AS) terhadap produk baja impor, tidak secara langsung mengguncang industri baja nasional. Dia pun mengingatkan ada ancaman besar yang mengintai dari gelombang dumping komoditas baja asal China yang bisa menyerbu pasar Indonesia.

"Mengenai dampak daripada kebijakan AS terhadap industri baja, tidak terlalu terpengaruh terhadap industri baja (nasional), karena ekspor kami ke Amerika itu tidak lebih dari 1%," kata Ismail dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR RI, Senin (28/4/2025).

Meski demikian, ia menegaskan, dampak besar justru datang dari reaksi China terhadap kebijakan tersebut. Ismail menyebutkan, "Yang menjadi persoalan adalah dampak dari kebijakan AS terhadap pemerintah China. Ini yang menjadi persoalan besar untuk kami."

Ia menjelaskan, industri baja nasional saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 50-60% kebutuhan domestik, dari total produksi baja nasional sekitar 17 hingga 18 juta ton per tahun. Dengan kapasitas produksi nasional yang masih "menganggur" hampir 50%, serbuan produk baja China bisa menjadi ancaman serius.

"Bayangkan kalau mereka nggak bisa ekspor ke Amerika. Kapasitas atau produk Cina di tahun 2023 sampai 2024 itu 1,2 miliar ton. Kita cuma 20 juta ton per tahun," ujarnya.

Saat ditanya berapa besar ekspor baja China ke Amerika Serikat, Ismail menjawab, "Itu sampai 35% ekspor baja China ke AS."

Menurutnya, angka ini sangat besar, sehingga jika pasar Amerika tertutup, China akan mencari pasar lain untuk membuang kelebihan produksinya, termasuk ke Indonesia.

"Kalau mereka tertutup, kemudian kita tidak melakukan proteksi terhadap industri baja di Indonesia, ini langsung kita kolaps," tegasnya.

"Oleh sebab itu kami mengharapkan dalam pertemuan yang baik ini bagaimana kita memproteksi secara baik dan benar, sehingga industri kita ini tetap tumbuh," sambungnya.

Pacu Konsumsi Domestik

Akbar juga menyoroti pentingnya penguatan regulasi untuk melindungi industri dalam negeri. Ia menekankan, produk baja dalam negeri perlu lebih banyak digunakan, termasuk dalam proyek-proyek investasi baru di Indonesia.

"Seperti yang tadi saya sampaikan kita masih punya kapasitas 50% yang belum kita gali lebih dalam," ucapnya.

Lebih lanjut, ia memberikan contoh bagaimana kebijakan saat ini kadang malah merugikan industri lokal. "Di satu sisi kami butuh investasi. Di lain sisi seringkali investasi membangun di dalam negeri itu menggunakan master list, sehingga mereka membangun pabrik menggunakan industri baja dalam sebuah paket, tidak lagi menggunakan baja yang bisa diproduksi di dalam negeri," keluh Akbar.

Menurutnya, situasi ini menciptakan paradoks, di mana investasi asing masuk besar-besaran, tetapi industri baja nasional hanya bisa menjadi penonton.

"Nah ini menjadi sangat perhatian besar di dalam menentukan regulasi saat bernegosiasi dengan BKPM," tambahnya.

Ia menutup pernyataannya dengan permohonan agar pemerintah memperkuat perlindungan bagi industri baja nasional. "Itulah sebabnya kami mohon di kesempatan yang baik ini kami minta dilindungi, dengan cara mengatur regulasi yang tepat," tandasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Inggris Krisis, Muncul 'Kota Hantu' Akibat Industri Baja Hancur

Next Article Video: Gubernur BI Ungkap 5 Negara Incaran Tarif Donald Trump

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|