Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi hingga hari ini. Meski Moskow sudah bertemu delegasi dari Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu dan penyokong utama Kyiv, belum ada tanda-tanda yang jelas kapan peperangan tersebut akan berhenti.
Sebelumnya, Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Hingga saat ini, peperangan masih terus terjadi. Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Kamis (19/2/2025):
1. Putin Buka Suara soal Pertemuan AS-Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan diskusi itu sebagai awalan perdamaian yang baik. Meski belum menghasilkan perjanjian konkret, Putin menyebut pertemuan keduanya membuka kembali keran kerja sama AS-Rusia di berbagai konflik seperti Ukraina dan Timur Tengah.
"Saya mengidentifikasi beberapa bidang yang berpotensi menjadi kepentingan bersama bagi Moskow dan Washington, termasuk kerja sama di Timur Tengah, khususnya mengenai konflik Israel-Palestina dan situasi di Suriah, serta kolaborasi ekonomi, upaya bersama di pasar energi internasional, dan eksplorasi ruang angkasa. Namun konflik yang sedang berlangsung di Ukraina tetap menjadi fokus utama bagi kedua negara," ujarnya dikutip Russia Today (RT).
Putin juga mengalamatkan pernyataan keras kepada sejumlah negara Eropa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merasa terganggu karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan terkait perang Moskow dan Kyiv. Menurutnya, pembicaraan itu hanya membahas hubungan AS dan Rusia.
"Apakah ada yang ingin bertindak sebagai perantara antara Rusia dan AS? Tuntutan seperti itu berlebihan. Membangun kembali kepercayaan antara Rusia dan AS sangat penting untuk mengatasi sejumlah masalah mendesak, termasuk menyelesaikan konflik Ukraina," tambahnya.
2. Trump Sebut Zelensky Diktator
Sindiran keras juga dialamatkan Presiden AS Donald Trump. Presiden yang baru dilantik 20 Januari lalu itu bahkan menyebut Zelensky sebagai seorang diktator karena Zelensky tidak dipilih secara demokratis kembali untuk menjadi presiden. Diketahui, pemilihan umum di Ukraina ditunda karena perang.
"Zelensky membujuk AS untuk menghabiskan US$ 350 miliar dolar, untuk terlibat dalam perang yang tidak dapat dimenangkan. Zelensky menolak untuk menyelenggarakan pemilu, posisinya sangat rendah dalam jajak pendapat Ukraina. Seorang diktator tanpa pemilu, Zelensky sebaiknya bergerak cepat atau dia tidak akan memiliki negara lagi," kata Trump memperingatkan presiden Ukraina itu di akun X resminya.
Di kesempatan yang berbeda, Trump juga mengatakan bahwa para pemimpin Ukraina itu seharusnya tidak pernah membiarkan konflik dimulai, yang mengindikasikan bahwa Kyiv seharusnya bersedia memberikan konsesi kepada Rusia sebelum mengirim pasukan ke Ukraina pada tahun 2022.
"Hari ini saya mendengar, 'Oh, baiklah, kami tidak diundang.' Ya, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun. Anda seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu," kata Trump kepada wartawan di kediamannya di Florida. "Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa membuat kesepakatan."
3. Ukraina Kritis
Kemajuan di medan perang kembali didapatkan oleh Rusia. Putin mengatakan Rusia telah memasuki Wilayah Sumy di timur laut Ukraina untuk pertama kalinya sejak 2022.
Berbicara singkat tentang situasi medan perang dengan wartawan di St. Petersburg, Putin menyebut pada Rabu dini hari, para prajurit dari Brigade Infanteri Angkatan Laut ke-810 "melintasi perbatasan antara Federasi Rusia dan Ukraina dan memasuki wilayah musuh."
"Pasukan kami melakukan serangan di semua bagian garis depan," tambahnya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Kementerian Pertahanan Rusia kemudian mengunggah video rudal balistik Iskander yang menghantam posisi artileri Ukraina di Wilayah Sumy. Selain itu, ada juga rekaman prajurit infanteri Angkatan Laut Rusia yang menerbangkan pesawat nirawak kamikaze ke parit yang diisi tentara Kyiv.
4. Trump Sebut Dirinya 'Juru Selamat' PD 3
Presiden AS Donald Trump berpendapat bahwa kemenangan elektoralnya sangat penting dalam mencegah Perang Dunia III (PD3). Ia mengklaim bahwa jika mantan Wakil Presiden Kamala Harris terpilih November lalu, konflik global akan muncul dalam waktu satu tahun.
Trump menegaskan kembali keinginannya untuk dikenang sebagai pembawa perdamaian dan pemersatu. Ia mengatakan bahwa menyelesaikan konflik di Timur Tengah dan Ukraina adalah tujuan utama kebijakan luar negerinya.
"Tidak ada keuntungan bagi siapa pun dalam Perang Dunia III, dan Anda tidak begitu jauh darinya," kata Trump kepada hadirin. "Jika kita memiliki pemerintahan ini selama satu tahun lagi, Anda akan berada dalam Perang Dunia III, dan sekarang itu tidak akan terjadi."
5. Zelensky Tuding Trump
Presiden Ukraina Zelensky mengungkapkan bahwa Presiden AS Donald Trump telah melempar kampanye disinformasi terhadapnya. Hal ini terjadi setelah Trump mengklaim tingkat penerimaan terhadap Zelensky sangat rendah, hingga 4%.
Dalam pernyataannya, Zelensky mengutip jajak pendapat Ukraina sebagai bukti yang bertentangan dengan skeptisisme Trump tentang tingkat dukungan publik yang dinikmatinya.
"Pejabat Ukraina menyadari disinformasi ini dan menyadari bahwa itu berasal dari Rusia. Saya menekankan jika ada yang ingin menggantikan saya sekarang, itu tidak akan terjadi," ujarnya.
6. Kremlin Bahas Pertemuan Trump-Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari AS, Donald Trump, dapat bertemu pada akhir Februari. Hal ini dikatakan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov. Dalam pernyataannya, ia menyebut masih ada kendala yang harus diselesaikan mengenai pengaturan pertemuan, yang mungkin memakan waktu lebih lama.
"Kedua pemimpin itu bisa bertemu bulan ini. Mungkin diperlukan lebih banyak waktu untuk mengatur pertemuan tatap muka pertama antara presiden Rusia dan AS sejak 2021, mungkin. Atau mungkin tidak," kata Peskov.
7. Warga Eropa Teriak
Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengecilkan pengaruhnya dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membuat warga di negara anggota aliansi itu resah. Keresahan dirasakan warga di negara NATO yang berbatasan dengan Rusia, yang bersitegang dengan aliansi itu setelah Moskow menyerang Ukraina.
Mengutip Reuters, langkah-langkah Trump terhadap Ukraina, Rusia, dan pertahanan Eropa dalam beberapa hari terakhir telah menjungkirbalikkan keyakinan lama bahwa Washington akan bertindak sebagai penjamin keamanan benua itu.
Dan dengan Trump yang tampaknya menyalahkan Kyiv karena memulai konflik dan pada saat yang sama mencairkan hubungan dengan Moskow, beberapa warga Polandia khawatir bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan merasa berani untuk menyerang lebih banyak negara, termasuk sejumlah negara NATO yang berbatasan dengannya.
"Kebijakan luar negeri AS sangat menakutkan saya. Saya merasakan stabilitas ini, dan setelah Polandia bergabung dengan NATO, setelah bergabung dengan Uni Eropa, saya pikir kita memiliki momen perdamaian ini, tetapi ternyata itu hanya sesaat," kata seorang warga Polandia bernama Katarzyna Paprota.
Pensiunan Latvia bernama Silvija Spriedniece, 84 tahun, juga khawatir tentang kemungkinan agresi Rusia. Menurutnya, dengan kebijakan Trump yang sedikit melepaskan tangannya untuk Eropa, Putin dapat menjelma menjadi agresor.
"Saya bukan politisi, tetapi saya mengerti bahwa Trump ini bukan pertanda baik bagi kita. Putin sudah menjadi agresor seperti Stalin, Hitler, dan yang lainnya. Kita tidak bisa mengharapkan sesuatu yang baik di sana," tandasnya
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Telpon Putin & Zelenskyy Ajak Akhiri Perang Rusia-Ukraina
Next Article Pasukan Putin Menuju Kemenangan, Rusia Duduki Kota Penting Ukraina