Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara Arab melancarkan perlawanan keras terhadap rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke Mesir dan Yordania. Mereka resmi melawan dalam front persatuan yang langka.
Di seluruh wilayah, bahkan teman-teman terdekat Washington, telah menolak usulan tersebut. Bukan hanya Mesir dan Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), hingga Qatar bersatu untuk mencoba memblokirnya.
Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit pada hari Rabu mengatakan prospek pemindahan warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat tidak dapat diterima oleh dunia Arab. Negara-negara sudah menentang gagasan ini selama 100 tahun.
"Kami orang Arab tidak akan menyerah dengan cara apa pun sekarang," katanya di KTT Pemerintah Dunia di Dubai, Rabu, dikutip AFP, Kamis (13/2/2025).
Perlu diketahui, selama dua minggu terakhir, Trump bersikeras pada usulannya untuk "membersihkan" Gaza, di mana menurutnya, kantong Palestina itu akan dikendalikan oleh AS sementara 2,4 juta penduduknya kan mengungsi ke Mesir dan Yordania. Ia pun mengancam dapat menghentikan bantuan ke Kairo dan Amman jika mereka menolak.
Namun, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II menekankan persatuan mereka di Gaza, menyerukan rekonstruksi segera tanpa menggusur rakyat Palestina dari tanah mereka. Beberapa negara yang kini semakin dekat dengan Israel- termasuk Arab Saudi yang tampaknya hampir menormalisasi hubungan sebelum pecahnya perang Gaza- pun telah menolak untuk mengalah.
"Ketidakadilan yang tidak dapat diikuti," tegas Sisi.
"Ini adalah posisi Arab yang bersatu," tulis Raja Abdullah.
"Kesepakatan normalisasi apa pun dengan Israel bergantung pada pembentukan negara Palestina," tegas Arab Saudi.
Sementara itu, para pengamat menilai pesan dunia Arab sudah jelas ke Trump. Masalah Palestina disebut terlalu sensitif.
"Negara-negara Arab tidak dapat dianggap berpihak pada Amerika Serikat dan Israel serta mendukung kebijakan pembersihan etnis warga Palestina dari Gaza," kata pengamat dari dari Arab Gulf States Institute di Washington, Anna Jacobs, dimuat laman yang sama.
"Masalah Palestina terlalu sensitif dan terlalu penting bagi publik Arab," katanya lagi.
"Tidak boleh ada pemindahan paksa, dan solusinya adalah model dua negara," tambah pengamat lain Ahmed Maher dari Mesir.
"Setiap diskusi di luar dua poin ini tidak mungkin dilakukan," katanya.
Sebelumnya akhir bulan ini, Mesir akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak Arab di wilayah Palestina. Ini dapat diikuti oleh pertemuan darurat tingkat menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: AS Mau 'Caplok' Gaza, Negara Arab Bakal Gelar Rapat Darurat
Next Article Terkuak, Ternyata Ini Alasan Sebagian Negara Arab Lindungi Israel