Asing Ramal APBN Bakal Tekor Besar, Defisit Bisa Tembus 3,4% PDB

1 day ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga investasi asing asal Jepang, Nomura Holdings memperkirakan, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 akan melampaui batas defisit APBN yang tertuang dalam penjelasan Pasal 12 UU Keuangan Negara sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Dalam laporan Nomura Asia Insights bertajuk Indonesia: Fiscal risk monitor #1 - Taking stock of new (unfunded) measures and their costs, disebutkan defisit APBN 2025 berpotensi membengkak sebesar 0,9% dari target defisit APBN pemerintah pada tahun ini 2,5% dari PDB. Mengakibatkan potensi APBN bengkak hingga menjadi 3,4% PDB.

"Defisit fiskal berpotensi meningkat sebesar 0,9% PDB dari target defisit anggaran 2,5%, melanggar batas defisit 3,0% yang ditetapkan undang-undang," dikutip dari laporan Nomura yang ditulis ekonom Nomura, Euben Paracuelles dan Nabila Amani, Selasa (20/2/2025).

Potensi defisit itu didasari perhitungan mereka terhadap potensi bengkaknya belanja negara akibat kebijakan prioritas Presiden Prabowo Subianto yang membutuhkan tambahan anggaran. Sementara itu, kebijakan untuk penerimaan negara tak ada yang signifikan bisa memenuhi kebutuhan belanja.

Belanja yang masuk ke dalam perhitungan tambahan beban defisit menurut Nomura diantaranya program MBG yang anggarannya akan bertambah Rp 100 triliun dari sebelumnya hanya Rp 71 triliun. Hal ini membuat adanya tambahan alokasi kebutuhan dana setara 0,4% dari PDB.

Lalu, kebijakan untuk menaikkan gaji guru yang disampaikan oleh Prabowo saat peringatan Hari Guru Nasional pada 28 November 2024 bisa membuat tambahan kebutuhan belanja sebesar Rp 16,7 triliun dari alokasi Rp 64,9 triliun atau setara 0,1% PDB.

Paket stimulus kebijakan ekonomi yang disampaikan pada 16 Desember 2024 juga menjadi perhitungan Nomura dalam memproyeksikan pembengkakan defisit APBN. Besaran tambahannya setara 0,1% dari PDB dengan nilai Rp 14,3 triliun.

Terakhir ialah kebijakan pembangunan 3 juta rumah yang kebutuhan dananya bertambah Rp 20,2 triliun dari alokasi Rp 28,2 triliun, sehingga berpotensi menambah beban belanja setara 0,1% dari PDB.

Adapun dari sisi penerimaan negara yang berpotensi membuat defisit bengkak menurut Nomura ialah kebijakan tarif PPN yang mulanya diterapkan naik dari 11% menjadi 12%, namun batal dan hanya akan dikhususkan untuk barang mewah yang tergolong ke dalam objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Kebijakan itu menurut tim ekonom Nomura akan membuat potensi penerimaan negara dari sisi PPN yang mulanya ditargetkan sebesar Rp 65 triliun, menjadi merosot sekitar Rp 2,5 triliun atau setara 0,3% dari PDB.

"Dengan mempertimbangkan semua langkah fiskal ini, serta asumsi kami tentang tingkat realisasi penuh dan perkiraan dasar pendapatan sesuai anggaran, kami memperkirakan defisit fiskal mungkin telah menembus batas 3% dari PDB sekitar 0,9% poin persentase," tulis Nomura dalam laporannya.

Nomura sebetulnya mempertimbangkan rencana kebijakan Prabowo untuk melakukan efisiensi anggaran senilai Rp 306,7 triliun atau setara 1,3% dari PDB demi menghindari lebih lanjut pembengkakan defisit anggaran dari target Rp 616,2 triliun. Namun, mereka menganggap, efisiensi itu akan sulit terealisasi.

"Alasan utama kami berpendapat bahwa pemotongan anggaran akan sulit dilaksanakan adalah reaksi keras dari masyarakat, mirip dengan kasus kenaikan PPN, meskipun pernyataan dari pejabat pada awalnya menunjukkan tekad yang kuat," tulis Nomura.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Imbas Efisiensi Anggaran, PHK Massal Ancam Industri Perhotelan

Next Article Prabowo Hemat Akhir Tahun: Perdin Dipangkas, Infrastruktur Dibintangi!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|