Jakarta, CNBC Indonesia - Koordinator Penjangkauan Komunitas Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) di Indonesia Andre Barahamin, menyampaikan bahwa hasil audit yang dilakukan IRMA melalui proses yang cukup panjang.
Menurut Andre, penilaian audit IRMA bisa berubah mengikuti peningkatan tata kelola sebuah perusahaan. Bahkan jika skor audit belum mencapai nilai minimal 50, pihaknya tetap menghargai transparansi perusahaan.
"Karena bagi kami yang penting adalah effort dari perusahaan untuk memperbaiki tata kelolanya, untuk menjawab kebutuhan dan pressure dari aktor di hilir, itu juga harus dihargai. Sehingga di IRMA skor yang paling rendah adalah 50," jelasnya dalam Economic Update 2025 CNBC Indonesia, dikutip Kamis (19/06/2025).
Oleh sebab itu, mengingat proses yang dilalui cukup panjang, untuk menuju pertambangan yang bertanggung jawab, tidak bisa hanya diselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun, 4 tahun, atau 5 tahun.
"Pada pengalaman kami, proses ini berlangsung bertahun-tahun, sehingga kalau hari ini teman-teman pelaku industri di Indonesia melihat, ada perusahaan yang skornya IRMA 75, itu tidak datang dari proses yang 1 tahun, 2 tahun, ada rangkaian panjang menuju skor itu," ujarnya.
Dia menjelaskan, standar penilaian IRMA terdiri dari empat pilar utama, yang terbagi dalam 26 bab dan didetailkan ke dalam lebih dari 400 indikator, termasuk hak asasi manusia, kualitas udara dan air, kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan finansial, serta kontribusi dan investasi masyarakat.
"Yang saya bilang tadi ada 400 lebih indikator di dalam standarnya Irma dan yang dinilai itu tidak hanya aspek lingkungan atau environmental, tidak hanya aspek sosial yang dalam mahal ini yang paling sering diangkat adalah mengenai tak asasi manusia. Tapi juga praktik tata kelolanya. Tata kelola dalam artian Irma adalah tata kelola pertambangan yang bertanggung jawab," jelasnya.
"Nah pertambangan yang bertanggung jawab itu seperti apa itulah yang didefinisikan oleh standarnya IRMA. Misalnya, di IRMA kami mengatur soal model engagement dengan masyarakat di sekitar lokasi tambang. Apa yang disebut dengan engagement yang inklusif dan seperti apa proses engagement itu," ujarnya.
Dia pun menyebut, pihaknya kini telah menyelesaikan proses audit lapangan pada tambang nikel di Desa Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Adapun pemilik tambang nikel di Pulau Obi yang dimaksud yaitu PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel.
"Di Indonesia misalnya, yang sudah selesai melakukan audit lapangan sampai di tahap audit lapangan adalah Harita Nickel dengan lokasi tambangnya di Desa Kawasi di Pulau Obi," ujarnya.
2 Perusahaan Nikel RI Diaudit IRMA
Sebagai informasi, selain audit tambang nikel Harita Nickel, IRMA saat ini juga tengah melakukan proses audit terhadap perusahaan tambang nikel lainnya di Indonesia, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Untuk PT Vale Indonesia, audit difokuskan pada lokasi tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Chief of Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menyampaikan bahwa untuk memperkuat komitmen PTVI terhadap praktik pertambangan yang bertanggung jawab, pihaknya mendaftarkan lokasi tambang Sorowako untuk diaudit secara independen oleh IRMA.
"Ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan pertambangan bertanggung jawab kami, yang nantinya akan mencakup seluruh operasi penambangan dan pengolahan kami," ujarnya.
Menurut dia, melalui proses ini pihaknya berharap dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, selaras dengan praktik terbaik yang diharapkan para pemangku kepentingan perusahaan.
"Audit IRMA akan memberikan informasi yang dibutuhkan pihak-pihak terdampak untuk terlibat dalam dialog bermakna mengenai aspek-aspek yang sudah memenuhi praktik terbaik di Sorowako, dan area mana yang masih perlu diperbaiki," tambahnya.
Sementara itu, untuk Harita Nickel audit difokuskan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Adapun, Harita sendiri berkomitmen untuk diaudit oleh IRMA sejak tahun 2024.
Direktur Health, Safety and Environment (HSE) PT Harita Nickel, Tonny H. Gultom menyampaikan bahwa audit IRMA merupakan salah satu proses audit yang paling ketat, terutama dalam hal transparansi. Khususnya mengenai apa yang benar-benar diterima oleh masyarakat di sekitar tambang.
Tony membeberkan alasan Harita memutuskan untuk mengikuti proses audit IRMA, utamanya untuk memenuhi standar pembeli (buyer) terutama dari pasar Eropa yang sangat memperhatikan tentang tata kelola suatu pertambangan.
"Jadi standar yang berkembang sekarang adalah buyer yang ingin membeli tapi juga ingin tahu apakah perusahaan tambang itu semisal mengikuti supply chain," ungkap dia.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow! Penambang Sebut Produksi Bijih Nikel RI Nyaris 300 Juta Ton