Awas Malaysia Salip Indonesia, Siap Jadi 'Raja' Ini di Asia Tenggara

2 hours ago 16

Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia berambisi menjadi pusat 'baterai hijau' Asia Tenggara. Ini merujuk pengembangan sumber energi terbarukan guna menangani isu iklim.

Setidaknya ini terlihat dari program-program negara bagian Sarawak. Sarawak yang dianugrahi sungai dan aliran air yang melimpah, berpotensi menghasilkan listrik tenaga air dan diharapkan bisa menggerakkan produksi hidrogen hijau.

Negara bagian ini juga sedang memasang panel surya dan menggembar-gemborkan biomassa untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukannya. Perdana Menteri (PM) Abang Johari Tun Openg pekan lalu mengatakan kepada para investor di Eropa bahwa negara bagian ini berkomitmen untuk masa depan energi rendah karbon dan berkelanjutan.

Perlu diketahui, Sarawak saat ini memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sekitar 3.500 megawatt (MW). Angka ini cukup untuk menyalakan 2-3 juta rumah tangga.

Proyek PLTA keempat sedang dibangun, ditambah pembangunan lebih dari selusin ladang solar terapung. Ladang solar terapung pertama telah memproduksi sekitar 50 MW.

"Dengan populasi kurang dari tiga juta jiwa, potensi surplus energi yang besar terlihat jelas," kata Senior Vice President Sarawak Energy Corporation, Chen Shiun, dimuat AFP, Senin (15/9/2025).

Sarawak sendiri memiliki target membuat 10.000 MW pembangkit listrik di 2030, dengan komposisi sebagian besar tenaga air dengan sisa tenaga surya dan gas alam. Negara ini ingin memasok listrik ke negara bagian tetangga, Sabah dan Brunei Darussalam, serta berpotensi memasok listrik ke Malaysia daratan, Singapura, dan Filipina.

"Ambisi negara bagian ini berani dan menjanjikan," kata analis Asia di lembaga riset energi Ember, Shabrina Nadhila.

"Sarawak mengirimkan sinyal kuat untuk mempercepat transisi energi di kawasan ini," tambahnya.

Meniru Laos

Langkah Sarawak mirip dengan strategi Laos. Negara itu telah lebih dulu mengekspor listrik hidro ke China dan negara tetangga lain.

Malaysia melihat ini sebagai peluang untuk menjadi pemain kunci dalam perdagangan energi kawasan. Terutama dengan meningkatnya kebutuhan energi untuk data center dan pendingin udara seiring pertumbuhan kelas menengah.

Merujuk data AFP, permintaan listrik di ASEAN telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam dekade terakhir. Proyeksi menyebut angka akan terus tumbuh seiring dengan semakin banyaknya kelas menengah yang memasang AC dan munculnya pusat data yang haus energi.

Kuala Lumpur berharap peningkatan permintaan ini akan menghidupkan kembali jaringan listrik yang telah lama digagas untuk menghubungkan 10 negara ASEAN. Saat ini, sambungan listrik lintas batas sepanjang 128 kilometer (80 mil) telah menghubungkan pembangkit listrik tenaga air dari Sarawak ke Indonesia.

"Sarawak adalah contoh bagus yang bisa kita pelajari, terutama ketika kita berbicara tentang APG (Jaringan Listrik ASEAN)," ujar pejabat tinggi energi Malaysia, Zaidi Mohd Karli.

Namun, di balik ambisi hijau ini, terdapat tantangan besar. Kelompok lingkungan menyebut pembangunan PLTA telah menyebabkan deforestasi masif dan penggusuran komunitas adat.

"Sarawak memang punya emisi rendah, tapi juga tingkat deforestasi tertinggi di Malaysia, sebagian besar karena proyek tenaga air," ujar aktivis RimbaWatch, Adam Farhan.

Menurut data NGO dan studi akademis, proyek PLTA Bakun, misalnya, telah merelokasi lebih dari 9.000 warga adat dan membanjiri sekitar 70.000 hektare hutan. Hingga kini, masalah relokasi dan kompensasi masih berlanjut.

"Jika Sarawak ingin disebut 'baterai hijau', mereka harus lebih serius menangani hak-hak masyarakat adat dan isu deforestasi," tambah Farhan.

Ember juga memperingatkan bahwa perlu ada kebijakan lingkungan dan sosial yang lebih ketat dan transparan agar proyek energi hijau benar-benar berkelanjutan.

Indonesia?

Sebenarnya Indonesia sendiri juga mengadang-hadangkan diri menjadi pusat "baterai hijau" dunia. Ini setidaknya diutarakan PPN/Bappenas dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan.

"Kementerian PPN/Bappenas bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia sedang menyusun dokumen Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029," jelas Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dalam pidato pembukaan acara itu.

"Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis untuk menjadi pusat industri baterai dunia melalui proses produksi yang berpegangan pada standar-standar environmental, social, and governance," tambahnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Tiba-Tiba, Malaysia Minta Beras ke Indonesia

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|