Jakarta, CNBC Indonesia - Perbincangan mengenai masalah yang menerpa perusahaan akuakultur eFishery masih terus bergulir. Hal ini menyusul adanya dugaan penggelembungan laporan keuangan yang dilakukan founder dan mantan CEO eFishery Gibran Huzaifah mencuat ke publik.
Laporan hasil investigasi terbaru FTI Consulting selaku investigator independen menujukkan bahwa kondisi asli eFishery yang ternyata jauh lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya. Kondisi ini bertolak belakang dengan cerita kesuksesan perusahaan yang kerap dibagikan Gibran selama ini. Terdapat setidaknya tiga fakta baru yang memunculkan pertanyaan bagaimana selama ini sang pendiri mengelola perusahaannya.
Sebagai startup teknologi, tak heran jika eFishery mengadopsi teknologi. Dalam berbagai kesempatan, Gibran bercerita mengenai eFishery sebagai perusahaan yang berhasil merevolusi industri akuakultur Indonesia melalui dukungan teknologi. Namun, proses kerja eFishery ternyata masih banyak dilakukan secara manual.
Sebelumnya, eFishery digadang-gadang telah membentuk ekosistem yang membantu penambak menjual hasil panen dengan lebih baik melalui aplikasi. Menurut laporan tersebut, eFishery akan menanggung semua kerugian ketika pembudidaya mengalami gagal bayar karena aplikasi utama tidak pernah terhubung ke sistem akuntansi, pertumbuhan pendapatan online terbatas, dan pembudidaya secara manual 'dijodohkan' dengan pembeli. Hal ini sebenarnya merupakan bagian dari proses yang membutuhkan banyak tenaga kerja.
Selain itu, eFishery mengaku alat eFeeder dapat membantu para pembudidaya, namun kenyataannya berbanding terbalik. Berdasarkan laporan tersebut, tak satupun dari sensor PondTag yang seharusnya membantu menilai kualitas air dari jarak jauh dan mengotomatisasi pengumpan ikan dan udang telah dikerahkan. Pengumpulan data yang terbatas menyebabkan hampir separuh prediksi pakan ikan keliru.
Dalam kesempatan sebelumnya, laporan keuangan yang digelembungkan oleh Gibran menyebutkan bahwa eFishery telah bekerja sama dengan 400.000 pembudidaya. Namun, ada temuan bahwa hanya sekitar 6.300 pembudidaya yang benar-benar bergabung dengan eFishery.
Dari situ, hanya 600 pembudidaya saja yang mengirimkan data kembali saat proses investigasi. Jumlah ini bahkan jauh dari lebih rendah dari perkiraan di awal investigasi yang menyebutkan 24.000 pembudidaya bergabung dengan eFishery.
Berdasarkan hasil investigasi, FTI Consulting menyebutkan bahwa kerugian eFishery diperkirakan mencapai ratusan juta dollar selama 2018 hingga 2024. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa berdasarkan penyelidikan, eFishery disebut 'tidak layak secara komersial dalam kondisinya saat ini'.
Bisnis ikan dan udang eFishery dioperasikan dengan margin keuntungan yang tipis dan "mengalami kerugian besar," menurut presentasi yang terkuak tersebut. Kas eFishery pun disebut terus menipis, bahkan hanya memiliki US$ 50 juta uang tunai.
(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kasus Fraud Startup RI Bikin Investor Asing Pikir-Pikir
Next Article Kisah Gibran Gak Makan 3 Hari, Kini Punya Harta Rp 1,59 Triliun