Bitcoin Tembus 117 Ribu Dolar AS Usai Pemangkasan Suku Bunga The Fed

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Harga Bitcoin kembali menunjukkan ketahanannya dengan menembus level 117 ribu dolar AS setelah Federal Reserve Amerika Serikat memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Pergerakan positif ini diperkuat arus dana institusional lewat ETF yang terus memberikan dukungan pada Bitcoin.

Pada Jumat (19/9/2025) pagi, Bitcoin diperdagangkan di level 117.182 dolar AS. Tantangan terdekat adalah menjadikan 117 ribu dolar AS sebagai support baru. Jika berhasil, pasar menilai peluang Bitcoin untuk menembus 120 ribu dolar AS semakin terbuka.

Vice President Indodax, Antony Kusuma, menegaskan lonjakan ini menunjukkan pergeseran kekuatan pasar. “Investasi kripto, terutama Bitcoin, saat ini tidak hanya bergantung pada sentimen ritel, tetapi sudah masuk ke dalam kerangka investasi institusi global. Arus masuk ETF menjadi bukti nyata bahwa aset digital semakin diterima sebagai instrumen keuangan utama,” ujarnya melalui keterangan.

Antony menjelaskan, investor ritel masih bersikap hati-hati. Data on-chain mengindikasikan penurunan pada New Address Momentum, yang berarti lebih sedikit alamat baru masuk ke pasar. “Kehati-hatian ritel ini wajar, karena volatilitas Bitcoin memang tinggi. Namun, aksi institusi justru menjadi fondasi utama reli kali ini,” katanya.

Ia menambahkan, level psikologis 120 ribu dolar AS akan menjadi tonggak penting. “Jika berhasil dilewati, bukan hanya kepercayaan investor yang semakin tinggi, tetapi juga potensi masuknya likuiditas baru dari institusi akan semakin besar,” ucapnya.

Menurut Antony, arah jangka panjang Bitcoin tetap positif, khususnya di tengah perubahan kebijakan moneter global. “Penurunan suku bunga menandakan likuiditas kembali mengalir. Dalam sejarah, situasi ini selalu menjadi katalis bagi pertumbuhan aset digital,” ujarnya.

Arus masuk ETF Bitcoin sepanjang pekan ini mencatat tren positif, meskipun sempat melambat saat keputusan FOMC belum diumumkan. Data ini memperkuat pandangan bahwa investor besar tidak terpengaruh gejolak jangka pendek.

“Institusi berinvestasi dengan visi jangka panjang. Sementara ritel masih sering terjebak dalam pola fear and greed. Perbedaan perilaku ini yang membuat tren harga saat ini lebih stabil,” kata Antony.

Ia menekankan, fenomena ini menjadi pelajaran penting bagi investor kripto di Indonesia. “Bagi pengguna Indodax, strategi akumulasi jangka panjang seperti Dollar-Cost Averaging (DCA) lebih relevan dibanding sekadar mengejar keuntungan harian,” jelasnya.

Jika arus masuk institusional berlanjut, kapitalisasi Bitcoin berpotensi mendekati rekor tertinggi baru. Hal ini juga akan berdampak pada altcoin, meski secara historis pergerakannya lebih volatil.

“Bitcoin kini semakin hadir sebagai alternatif hedge di tengah ketidakpastian makroekonomi. Pola ini memperkuat narasi bahwa Bitcoin bukan sekadar aset spekulatif, melainkan bagian dari diversifikasi portofolio global,” ujarnya.

Indodax mencatat jumlah pengguna tetap tumbuh, kini menembus lebih dari 9 juta. Sepanjang 2025, sudah ada tambahan hampir 2 juta anggota baru. “Meski sebagian investor ritel masih menunggu konfirmasi tren, aktivitas transaksi di platform tetap stabil. Ini mencerminkan kepercayaan yang konsisten terhadap aset digital di Indonesia,” tutur Antony.

Ia menutup dengan optimisme. “Kita sedang menyaksikan fase baru Bitcoin, di mana adopsi institusional memberikan fondasi lebih kokoh. Selama fundamentalnya terjaga, Bitcoin akan tetap menjadi instrumen investasi relevan, bukan hanya hari ini, tetapi juga di masa depan.”

Dengan momentum ini, Indodax berharap investor Indonesia semakin bijak mengambil keputusan, memanfaatkan tren positif, tanpa melupakan prinsip kehati-hatian.

sumber : ANTARA

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|