Bongkar Perang Teknologi, Luhut: Negara Maju Mau Kita Tetap Budaknya

1 day ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, negara-negara maju tidak ingin Indonesia, atau negara berkembang mana pun, mencapai status negara maju.

Hal ini ia simpulkan berdasarkan pengalaman 10 tahun menjadi bagian dari pemerintah.

"Tidak akan pernah negara maju itu ingin negara berkembang menjadi negara maju. Dia mau kita tetap jadi budaknya," tegas Luhut dalam sambutannya di acara peluncuran program Sahabat AI di Ruang Teater Museum Nasional, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konteks keberhasilan Indonesia dalam hilirisasi nikel.

Ia mengungkapkan, ekspor nikel mentah Indonesia yang sebelumnya hanya US$ 1,3 miliar dolar, kini melonjak hampir US$36 miliar setelah program hilirisasi. Bahkan diproyeksikan bisa mencapai US$50 miliar pada tahun 2040-2045.

"Saya kira dengan downstreaming ke bawah terus sampai di ujung hilirnya, kita bisa mungkin sampai 50 miliar dolar," tegasnya.

Salah satu langkah konkret yang disebut Luhut adalah pembangunan AI Center di kawasan Danau Toba, yang bekerja sama dengan NVIDIA dan mengadopsi chip H200 untuk komputasi kecerdasan buatan.

Kata dia, tidak ada anak Indonesia yang bodoh, hanya perlu kesempatan dan dukungan teknologi.

Luhut bahkan menyebut kemajuan dalam riset gasing matematik yang dikembangkan oleh anak bangsa. Teknologi ini diklaim bisa mengurangi konsumsi energi komputer hingga 30%, sebuah terobosan yang berdampak besar pada efisiensi energi nasional.

"Itu yang bikin siapa? Semua anak-anak Indonesia. Jadi saya senang kita harus dorong anak-anak Indonesia untuk melakukan ini dan kita harus bangga jadi Indonesia," ujarnya.

Tak hanya itu, Luhut juga mengungkap program kolaborasi dengan PERURI yang melibatkan 300 anak muda Indonesia dalam pengembangan teknologi keamanan digital nasional.

"Nanti bisa ada juga AI Goto kerjasama apa yang kita bisa lakukan bersama-sama, supaya kita bisa memenuhi kebutuhan kita," ujarnya.

Luhut juga menyoroti upaya untuk menghentikan ketergantungan pada impor pangan. Ia mencontohkan upaya swasembada bawang putih, di mana Indonesia saat ini masih mengimpor senilai US$ 177 juta.

"Kita impor 177 juta dolar. Kita pernah tahun 1995 swasembada bawang putih. Kenapa harus impor bibit?," terangnya.

Ia menjelaskan, kini Indonesia telah berhasil merekayasa genome bibit bawang putih melalui kerja sama dengan Beijing Genomic Institute, dan siap melakukan uji tanam di lahan 10 hektar bulan depan. Targetnya, produktivitas mencapai 20 ton per hektare.

"Semua bisa. Yang melakukan siapa? Anak-anak Indonesia," terangnya.

Tak hanya bawang, ia juga menyebutkan riset herbal dan bibit tanaman yang adaptif terhadap perubahan iklim, sebagai bagian dari agenda besar ketahanan pangan dalam menghadapi cuaca ekstrem.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: AI Makin Marak, Bisnis Data Center "Berlomba" Ekspansi

Next Article Ramai-ramai Panen Cuan Awal 2025, Sumbernya Ternyata Satu

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|